Jakarta, FORTUNE - Tingkat hunian hotel di sejumlah daerah menunjukkan tren yang beragam menjelang libur akhir tahun dan pergantian Tahun Baru 2026. Di tengah tantangan okupansi secara nasional, Yogyakarta mencatatkan lonjakan signifikan dengan tingkat hunian mencapai 80 persen.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat lonjakan tersebut terjadi pada periode 26–28 Desember 2025, seiring meningkatnya arus wisatawan ke kota budaya itu. Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyebut tingginya minat wisatawan turut dipengaruhi oleh pola kunjungan tanpa reservasi awal. “Wisatawan banyak yang tidak melakukan reservasi, tapi datang langsung ke hotel,” ujarnya, Selasa (30/12).
Menurut Deddy, tingkat hunian tertinggi tercatat di wilayah Kota Yogyakarta, terutama kawasan Malioboro. Kabupaten Sleman, khususnya area yang berbatasan langsung dengan kota, juga menunjukkan performa positif. Sementara itu, okupansi di Kulon Progo masih relatif tertinggal.
Mayoritas tamu hotel berasal dari wisatawan domestik, terutama dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Lampung. Di sisi lain, kunjungan wisatawan mancanegara dari Malaysia, Singapura, dan Australia mulai menunjukkan peningkatan sejak 26 Desember.
Meski okupansi untuk periode 29–31 Desember masih berada di kisaran 40–60 persen, PHRI DIY optimistis angka tersebut akan terus naik mendekati capaian tahun lalu yang mencapai 90–95 persen. Untuk mengantisipasi keterbatasan kamar, wisatawan diimbau melakukan pemesanan lebih awal.
Sementara itu, kondisi berbeda terlihat di DKI Jakarta. PHRI DKI Jakarta menilai kebijakan pelarangan pesta kembang api saat malam pergantian tahun tidak memberikan dampak besar terhadap tingkat hunian hotel. Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengakui kebijakan tersebut hanya berpengaruh kecil pada segmen wisatawan tertentu.
“Bagi sebagian pengunjung yang mengharapkan perayaan pergantian tahun dengan atraksi visual, tentu ada sedikit perubahan suasana dan pengalaman. Meski tidak sampai menurunkan minat berkunjung secara drastis," katanya dalam pesan tertulis.
Untuk menjaga daya tarik okupansi jelang malam pergantian tahun, PHRI Jakarta mendorong hotel mengganti atraksi kembang api dengan kegiatan alternatif, misalnya doa bersama atau pertunjukan musik akustik. "PHRI turut mendorong hotel-hotel di Jakarta untuk tetap menjaga suasana perayaan yang aman, tertib, dan menghormati nilai empati sosial,” ujarnya, menambahkan.
Di Jawa Timur, PHRI Kota Batu mencatat tingkat hunian hotel mencapai 60 persen pada Hari Raya Natal 2025. Angka tersebut meningkat tajam dibandingkan sehari sebelumnya yang masih berada di kisaran 41 persen. Ketua PHRI Kota Batu, Sujud Hariadi, mengatakan kenaikan tersebut didorong oleh kreativitas pengelola hotel dalam menarik tamu. “Kemarin okupansi itu masih 41 persen tapi hari ini meningkat menjadi 60 persen,” kata Sujud, mengutip laman resmi PHRI.
Beragam agenda, mulai dari gala dinner hingga pertunjukan hiburan, menjadi strategi utama hotel dalam meningkatkan okupansi. Faktor lain yang turut mendongkrak hunian adalah libur Natal yang berdekatan dengan akhir pekan. PHRI Kota Batu berharap lonjakan okupansi terus berlanjut hingga malam tahun baru, dengan target menembus 90 persen.
Namun, secara nasional, kinerja okupansi hotel masih menghadapi tekanan. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia mencatat tingkat hunian hotel secara rata-rata nasional berada di kisaran 47 persen dan mengalami penurunan hampir 5 persen dibandingkan tahun lalu.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menyebut capaian tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan 2022. "Okupansi hotel tahun ini relatif menurun, minus hampir sekitar 5 persen kalau dibandingkan tahun lalu. Bahkan kalau dibandingkan 2022, kita juga bisa lebih rendah," ujarnya.
Meski periode Natal dan Tahun Baru biasanya menjadi momentum musiman, tetapi belum mampu mendongkrak okupansi secara signifikan. Salah satu penyebabnya adalah bencana alam yang melanda sejumlah destinasi utama pariwisata, seperti di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. "Akses jalan terkendala, mobilitas wisatawan menurun, sehingga kontribusinya terhadap okupansi nasional juga berkurang," katanya.
