Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Sertifikat tanah. (Shutterstock/Poed)

Jakarta, FORTUNE - Pajak atas jual beli tanah adalah pungutan yang dilakukan negara kepada para pihak yang bertransaksi atas aset berupa tanah. Pungutan pajak ini terdiri dari dua jenis yakni, Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan kepada penjual dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dibebankan kepada pembeli.

Alas hukum pengenaan PPh jual beli tanah tersebut adalahPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016. Ada pula aturan turunannya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 261/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penyetoran, Pelaporan, dan Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya. 

Sementara dasar hukum BPHTB adalah UU nomor 21 tahun 1997, UU nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) beserta aturan turunannya. Perlu diketahui, BPHTB awalnya dipungut oleh pemerintah pusat. Namun kini BPHTB sudah dialihkan menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.

Tarif PPh jual beli tanah

Dalam beleid PP 34/2016, disebutkan dengan tegas bahwa penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari perjanjian pengikatan jual beli-PPh yang bersifat final. Hal yang perlu dicatat adalah: PPh harus dibayarkan oleh pihak penjual sebelum AJB (Akta Jual Beli) dikeluarkan. Sebab, jika tak ada pembayaran PPh, penjual dianggap melanggar aturan sehingga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dapat menolak membuat akta jual beli.

Ini penting diperhatikan karena jika transaksi dipaksakan berjalan sebelum pembayaran PPh dan tanpa adanya AJB, objek tanah yang diperjual belikan berpotensi menjadi sengketa meskipunt terdapat kwitansi jual beli.

Lantas berapa tarifnya? Mengaju peraturan sama, tarifnya PPh jual beli tanah ada tiga yakni 2,5 persen, 1 persen dan 0 persen. Besaran tarif akan tergantung dari jenis transaksinya dan dikenakan dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Untuk transaksi berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana oleh wajib pajak yang usaha utamanya adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan tarif 1 persen. Di luar transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau selain Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana, tarif yang dikenakan sebesar 2,5 persen.

Sementara itu, tarif 0 persen dikenakan untuk transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan kepada pemerintah, BUMN yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau BUMD yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah.

Di luar itu, ada pula tarif PPh 0 persen untuk transaksi jual-beli tanah kepada wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau jumlah penghasilan bruto pengalihannya kurang dari Rp60 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah. Ini diatura dalam Pasal 6 huruf a PP Nomor 34 Tahun 2016.

Sebagai contoh, jika dalam sebuah transaksi jual beli tanah kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan transaksi tanah senilai Rp400 juta, maka besarnya PPh adalah:

2.5% x Rp400.000.000 = Rp10.000.000,00.

Tarif BPHTB

Editorial Team

Tonton lebih seru di