Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Menkeu, Sri Mulyani Indrawati. (dok. Kemenkeu)

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menganggap pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang sangat rendah di Indonesia sebagai hal yang memalukan.

Dalam Sesi Panel kedua EBTKE ConEx 2023, Rabu (12/7), ia menyinggung pemanfaatan EBT di Indonesia yang masih sekitar 0,5 persen dari total 3.689 GW.

"Not even one percent," ujarnya di hadapan Dirjen EBTKE Kementerian ESDM dan Direktur Utama Medco Energi Hilmi Panigoro.

Apa yang disampaikan Sri Mulyani tidak berlebihan. Dalam sesi sebelumnya, paparan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, bahkan menunjukkan bahwa potensi energi baru terbarukan di Indonesia baru termanfaatkan 0,3 persen. 

Padahal negeri ini memiliki potensi EBT yang besar, tersebar, beragam, dan terbuka untuk terus dikembangkan terlebih di tengah isu lingkungan, perubahan iklim, serta terus meningkatnya konsumsi listrik per kapita.

Meski demikian, upaya transisi energi di Indonesia tidak mudah, kata Sri Mulyani. Berbagai hambatan merintangi upaya untuk beralih dari energi fosil ke EBT. Dalam hal pendanaan, misalnya, Indonesia terhambat dengan aturan yang berlaku pada lingkup global.

"Banyak sekarang financial institution, investment fund, bilang mau membiayai transisi energi, tapi tidak bisa terlibat dalam transaksi batu bara. Padahal Indonesia kalau batu bara mau ditransisikan, enggak bisa tiba-tiba [begitu saja dimatikan]," katanya.

Sejauh ini, upaya pemerintah untuk menyelesaikan hal tersebut adalah memformulasikan mekanisme transisi energi ke dalam taksonomi regional. Dengan begitu, lembaga keuangan internasional dapat tetap masuk ke proyek-proyek transisi yang ada di Indonesia, meski baruran energinya masih didominasi batu bara.

"Persoalan seperti ini yang harus kita sampaikan ke dunia juga. Jika kita mau bertransformasi, itu enggak seperti membalikkan telapak tangan. Harus ada proses. Dari sisi regulasi kami di Kemenkeu bersama OJK di dalam Asean Finance Minister, kami minta aturan pendanaan untuk transisi itu direken bukan [malah dapat hukuman]. Makanya kami masukkan dalam Asean Taxonomy melalui Asean Taxonomy Board," ujarnya.

Taksonomi Hijau Asean yang dimaksud itu telah diperbarui dan memungkinkan lembaga keuangan global tetap bisa mendanai proyek-proyek transisi di Asean, termasuk Indonesia.

Insentif Fiskal

Editorial Team

Tonton lebih seru di