Jakarta, FORTUNE - Kementerian Keuangan menyatakan aturan terkait pungutan atas ekspor emas sedang dalam tahap harmonisasi. Regulasi ini dipastikan bakal berlaku pada 2026.
Direktur Jenderal di Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, penyusunan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait penetapan bea keluar emas saat ini hampir rampung. Dalam rancangan aturan tersebut, bea keluar dikenakan sebesar 7,5 persen hingga 15 persen atas Dore, Granules, Cast Bars, dan Minted Bars, sesuai usulan teknis Kementerian ESDM.
"Walaupun 2026 belum berjalan, kami sudah mulai, hampir selesai dengan implementasi dari kebijakan ini, di mana prosesnya sekarang sedang difinalisasi pada tahap pengundangan," ujar Febrio dalam rapat bersama Komisi XI yang dikutip secara virtual, Senin (17/11).
Ia mengatakan, Indonesia memiliki cadangan bijih emas terbesar keempat di dunia, mencapai 3.491 ton pada 2023, sehingga kebijakan ini diharapkan menambah penerimaan negara sesuai undang-undang APBN.
Adanya pengenaan bea keluar tersebut, bertujuan memperkuat hilirisasi di rantai pasok industri emas. Ia menyebut tambang emas perlu menghasilkan penerimaan sekaligus menciptakan nilai tambah melalui pengolahan di dalam negeri.
Karena itu, pemerintah mendorong pembangunan smelter emas, yang juga berkaitan dengan hilirisasi tembaga, emas, dan perak. Kebijakan tersebut juga sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 terkait pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat.
Sejalan dengan itu, emas makin diminati, harga emas saat ini bahkan sudah mencapai di kisaran US$4.000 dolar per troy ounce. Kemudian industry bullion bank juga tumbuh positif. Maka dari itu, kehadiran kebijakan pungutan ini diharapkan peningkatan likuiditas emas di dalam negeri penting agar nilai tambahnya dinikmati masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Sehingga ini harus kita pastikan bahwa sebanyak-banyaknya supply dari emas ini tersedia di dalam negeri," ujarnya.
Adapun, struktur tarif bea keluar dirancang berjenjang. Produk yang lebih hilir akan dikenakan tarif lebih rendah karena membutuhkan proses pengolahan lebih lanjut. Sebaliknya, jika harga emas global melonjak tinggi, tarif yang dikenakan akan lebih besar untuk memaksimalkan windfall bagi negara. Pemerintah juga sedang menyiapkan aturan terkait harga patokan ekspor emas sebagai acuan pengenaan bea keluar di lapangan.
"Ketika harganya naik cukup tinggi, kita harapkan juga tarifnya lebih tinggi sehingga pendapatan negaranya bisa lebih tinggi Nanti akan ditetapkan penyusunan permendag dan cap mendag terkait dengan harga patokan ekspor emasnya. Ini akan menjadi patokan bagi tim yang ada di lapangan untuk pengenaan dari bea keluar tersebut," pungkasnya.
