Jakarta, FORTUNE - Pemerintah berencana akan menarik utang baru atau pembiayaan utang sebesar Rp696,3 triliun tahun depan. Angka ini menurun bila dibandingkan dengan APBN 2022 yang sebesar Rp870,5 triliun maupun outlook tahun ini yang Rp757,5 triliun.
“Tahun 2023 merupakan masa penguatan pemulihan ekonomi sekaligus tahun diterapkannya kembali disiplin defisit anggaran di bawah batasan 3 persen terhadap PDB atau kebijakan konsolidasi fiskal,” seperti dikutip Fortune Indonesia dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2023, Selasa (16/8).
Berkaca dari catatan beberapa tahun ke belakang, pembiayaan utang terbesar terjadi pada 2020, yakni Rp1.229,6 triliun. Pada tahun tersebut, Indonesia mengambil langkah darurat untuk menangani pandemi Covid-19. Saat itu defisit anggaran juga melebar menjadi 6,14 persen lebih tinggi dari batasan defisit dalam kondisi perekonomian normal, yaitu maksimal 3 persen terhadap PDB.
Namun untuk tahun selanjutnya, penarikan utang oleh Indonesia berangsur menurun, dari Rp870,5 triliun pada 2021 , kemudian outlook 2022 menjadi Rp757,6 triliun.
Pembiayaan utang berfungsi untuk menutup defisit anggaran dan membiayai pengeluaran pembiayaan, seperti pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, serta kewajiban penjaminan. Pemerintah memproyeksi kondisi perekonomian akan membaik, sehingga pembiayaan utang tahun depan akan mengalami penurunan.
Nota Keuangan juga mengungkap outstanding utang pemerintah. Hingga Juni 2022, jumlah utang telah mencapai Rp7.123,6 triliun, meningkat 59 persen ketimbang 2018 yang mencapai Rp4.466,2 triliun.
Kenaikan outstanding utang tersebut sebagian besar bersumber dari SBN, terutama dalam denominasi rupiah.
Bila pada tahun mendatang pemerintah merealisasikan penarikan utang baru, maka total utang pemerintah akan mencapai hampir Rp8.000 triliun. Dengan catatan, tidak timbul kejadian luar biasa, dan asumsi APBN 2023 tidak berubah di tengah jalan.