Jakarta, FORTUNE - Realisasi lifting minyak nasional (termasuk kondensat) tercatat mengalami kenaikan 4,94 persen menjadi 605,5 ribu barel per hari dibandingkan periode Januari-Oktober 2024.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengatakan, dengan capaian ini pemerintah optimistis bisa mencapai target. "Sekalipun kenaikannya tidak signifikan, tapi kita sudah mencapai target APBN," ujar Bahlil dalam rapat dengan komisi XII DPR RI, dikutip melalui virtual, Rabu (12/11).
Menurutny, situasi sektor migas Indonesia kini berbalik dibanding era 1990-an. pada 1996–1997, Indonesia mampu memproduksi hingga 1,5 juta barel per hari, dengan konsumsi sekitar 500 ribu barel dan ekspor mencapai 1 juta barel per hari. Saat itu, kontribusi migas mencapai 40–50 persen dari total APBN.
Namun kini kondisi tersebut berbalik, yang mana konsumsi nasional mencapai 1,5–1,6 juta barel per hari, sedangkan produksi hanya sekitar 605 ribu barel per hari, sehingga Indonesia menjadi negara net importer minyak.
Untuk menekan ketergantungan impor, pemerintah menyiapkan sejumlah mekanisme utama. Pertama, optimalisasi sumur-sumur tua melalui penerapan teknologi injeksi guna meningkatkan produksi. "Perlu teknologi baru, dan saat ini programnya sudah berjalan," kata Bahlil.
Adapun, saat ini proyek percepatan pengembangan lebih dari 300 sumur yang telah berstatus Plan of Development (POD) namun belum beroperasi. Beberapa di antaranya bahkan mangkrak hingga puluhan tahun.
"Ada yang sudah 17 tahun tidak jalan, bahkan ada yang 26 tahun seperti Blok INPEX (Blok Masela yang dikelola INPEX Corporation) yang dikuasai Jepang. Kami sudah keluarkan surat teguran, dan sekarang sudah masuk tahap tender Final Investment Decision (FID),” ujarnya.
Pemerintah menargetkan blok-blok tersebut mulai berproduksi pada 2029, izinnya bakal dicabut. Skema terakhir dengan mempercepat lelang wilayah kerja migas dari lebih dari 70 cekungan serta memberikan legalitas bagi 45.000 sumur rakyat untuk mendorong produksi dan menciptakan lapangan kerja.
