Jakarta, FORTUNE - Meteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan lonjakan subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp502 triliun tahun ini disebabkan oleh belum lunasnya kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah kepada PT PLN dan PT Pertamina (Persero) di tahun lalu.
Pasalnya, pada 2021, pembayaran kompensasi yang dapat dibayarkan pemerintah kepada dua perusahaan tersebut hanya sebesar Rp47,9 triliun. Padahal, total kompensasi yang wajib dibayar pemerintah mencapai Rp152,7 triliun. Jumlah itu terdiri dari Rp63,2 triliun utang kompensasi di 2020 dan Rp89,5 triliun kompensasi di 2021.
Dengan demikian, terjadi pergeseran beban kompensasi BBM ke tahun 2022 yaitu sebesar Rp104,8 triliun. "Ini lah yang terjadi pada tahun ini di mana kita harus menanggung selisih subsisdi kompensasi tahun lalu. Plus dengan kenaikan BBM yang semakin melonjak, kita harus menaikan subsidi dan kompensasi BBM di tahun ini yang melonjak tiga kali lipat yaitu Rp502 triliun,"
Bahkan, kata Sri Mulyani, subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp502 triliun di tahun ini tak akan cukup. Kebijakan tersebut adalah konsekuensi dari tidak dilakukannya penyesuaian harga BBM dan listrik di tengah kenaikan minyak dunia yang tercermin dari harga ICP.
"Kita memperkirakan apabila laju konsumsi terjadi seperti tujuh bulan terakhir maka Rp502 triliun akan habis dan ada tambahan lebih lanjut," terangnya.