Jakarta, FORTUNE - Pemerintah meraup Rp10,75 triliun dari lelang 7 seri Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa (27/9). Jumlah tersebut sekitar setengah dari target indikatif sebesar Rp19 triliun yang diumumkan pada pekan lalu.
Adapun ketujuh seri SUN yang dilepas melalui sistem lelang Bank Indonesia antara lain SPN03221228 (new issuance), SPN12230622 (reopening), FR0095 (reopening), FR0096 (reopening), FR0098 (reopening), FR0097 (reopening) dan FR0089 (reopening).
Dalam keterangan resminya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Afirman mengatakan ada Rp23,67 triliun penawaran (incoming bids) yang masuk dalam lelang kali ini.
Namun, mempertimbangkan dinamika kondisi pasar keuangan terkini dan outlook turunnya, kebutuhan pembiayaan APBN 2022 melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pemerintah memutuskan untuk memenangkan permintaan sebesar Rp10,75 triliun.
"Berdasarkan kalender penerbitan SBN tahun 2022, lelang penerbitan SUN selanjutnya akan dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2022," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (28/9).
Luky menuturkan, pasar keuangan domestik hari ini masih bergejolak dipengaruhi ekpektasi pelaku pasar atas sikap hawkish The Fed yang akan berlanjut pada FOMC ke depan, paska keputusan The Fed menaikan FFR sebesar 75 bps minggu lalu.
Ini terlihat dari UST yield tenor 10 tahun yang naik ke level 3,92 persen untuk pertama kalinya sejak April 2010, sedangkan UST yield tenor 2 tahun naik ke 4,34 persen—tertingginya sejak 2007.
Bank Indonesia juga telah menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen. Kendati demikian, realisasi APBN 2022 per Agustus yang kembali mencatatkan surplus sebesar Rp107,4 triliun per Agustus 2022, atau 0,58 persen dari PDB menjadi katalis positif pada lelang SUN kali ini.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTA mengatakan surplus yang masih berlangsung hingga Agustus membuat pemerintah menahan penambahan utang untuk membiayai belanja negara.
Tercatat, realisasi pembiayaan utang baru Rp331,2 triliun atau 35,1 persen dari target Rp943,7 triliun tahun ini. Jumlah tersebut menyusut 40,1 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) yang Rp552,6 triliun.
"Pembiayaan di APBN kita ini juga mengalami hal yang sangat positif dikaitkan dengan APBN kita yang harus menjaga dari guncangan global kenaikan suku bunga, kenaikan inflasi dan juga penguatan dolar itu bisa mengancam APBN kita. Karena itu pembiayaan anggaran kita yang menurun tajam memberikan proteksi yang sangat baik pada ketahanan APBN kita," katanya.
Meski demikian, dalam situasi guncangan tersebut, pemerintah masih mampu mengeluarkan surat utang yang cukup baik.
Hingga pertengahan September saja, pemerintah berhasil menggalang dana Rp26,97 triliun dari penerbitan SBSN ritel seri SR017 dan US$26,5 miliar dari Global Bonds (termasuk liability management US$325 juta untuk mengurani eksposur jatuh tempo dan besaran bunga).
"Artinya masyarakat masih berminat untuk terus meletakkan dana tabungan dan investasinya dalam surat beharga negara," ujarnya.