Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui PT PLN (Persero) bakal menawarkan 21 proyek energi baru terbarukan (EBT) kepada investor pada 2022. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, penawaran tersebut merupakan tindak lanjut dari Rencana Umum Penyediaan Energi Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang telah dirilis pada bulan lalu.
"Proyek-proyek EBT yang ditawarkan oleh PLN kepada investor merupakan implementasi RUPTL 2021-2030 dengan total kapasitas mencapai hampir 1,2 Gigawatt (GW) untuk periode pengadaan 2021/2022," ungkap Arifin dalam gelaran The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021, kemarin (23/11).
Selain penawaran proyek baru, pemerintah juga akan melakukan penandatanganan 4 kontrak proyek EBT berkapasitas total 14,5 Megawatt (MW) dengan total investasi mencapai US$3,9 miliar. "Hal ini memperlihatkan bahwa kesempatan untuk investasi di subsektor EBT sangat terbuka," lanjutnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya memastikan bakal terus memantau pengadaan untuk sejumlah proyek EBT oleh PLN. Hal ini diperlukan agar proses pengadaan dapat berjalan sesuai rencana.
Pasalnya, total kapasitas 1,2 GW dari program ini masih belum mencukupi untuk mengejar target bauran 23 persen di 2025. Di sisi lain, penawaran tiap proyek EBT PLN akan memakan waktu cukup panjang terutama dalam hitung-hitungan pengembalian modal yang erat kaitannya dengan harga jual listrik ke PLN.
Pemerintah sendiri belum merilis Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) meski rancangannya sudah rampung dibahas. Beleid itu nantinya akan mengatur harga jual listrik EBT dengan tiga mekanisme, yakni harga jual listrik dengan mekanisme Feed In Tariff (FIT), harga patokan tertinggi (HPT), dan harga kesepakatan tenaga listrik dari pembangkit peaker.