Jakarta, FORTUNE - Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), mencatat pendapatan APBN dan hibah di wilayah ibu kota mencapai Rp675,57 triliun per 31 Mei 2021.
Angka itu naik 51,44 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp229,48 triliun dan setara dengan 69,68 persen dari target APBN Regional DKI Jakarta.
Kenaikan terbesar disumbang oleh Penerimaan Dalam Negeri terutama dari Pajak Penghasilan (PPh) yang naik 72,62 persen atau sebesar Rp142,15 triliun dibandingkan periode 31 Mei 2021. Hal ini didorong oleh kenaikan PPh Non-Migas (Pasal 25/29) dan PPN Dalam Negeri (PPN DN) yang disebabkan dari kenaikan harga komoditas serta kegiatan impor yang meningkat.
Faktor lain yang mendukung peningkatan kinerja pendapatan adalah bertumbuhnya penerimaan yang bersumber dari pengenaan Bea Keluar dan Bea Masuk atas Ekspor dan Impor, penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang naik 113 persen dan Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) yang naik 32 persen dibandingkan tahun 2021.
"Juga peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) karena adanya Penjualan Barang Milik Negara (BMN/Aset) yang memberikan kontribusi lebih dari 50 persen," tulis Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi DKI Jakarta, dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (30/6).
Meski demikian kinerja belanja APBN Regional DKI Jakarta menunjukkan perlam dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Hingga 31 Mei 2022, realisasi belanja baru mencapai Rp201,31 triliun atau 31,56 persen dari pagu atau turun sebesar 11,76 persen dibandingkan periode Mei 2021.
"Penurunan realisasi belanja kementerian/lembaga (K/L) disebabkan adanya arahan untuk melakukan Automatic Adjustment oleh KL kembali, sehingga beberapa perencanaan realisasi batal dilaksanakan," imbuh Ditjen Perbendaharaan Negara.
Selain itu, kinerja penyaluran TKDD juga melambat di mana realisasinya baru mencapai Rp3,72 triliun atau mencapai 22,04 persen dari pagu yang disediakan. "Turun 48,31 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021, dikontribusi oleh penurunan realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 50,47 persen dan penurunan Dana Alokasi Khusus Non-Fisik (DAK Non-Fisik) sebesar 41,17 persen."