Jakarta, FORTUNE - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan ketimpangan yang besar atas penguasaan lahan perkebunan sawit (sektor hulu) oleh segelintir pihak sangat berpotensi membuat harga minyak goreng dikendalikan oleh kartel di hilir.
KPPU mencatat 54,42 persen luas perkebunan sawit dikuasai oleh 0,07 persen pelaku usaha sawit atau swasta, dan sisanya dikuasai oleh rakyat dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Jadi, kartel bisa dimulai dari hulunya. Kenapa perlu ditata dari hulu ke hilir. Ini perlu dukungan politik yang kuat dan oleh semua pihak agar minyak goreng ini kembali sehat,” ujar Ketua KPPU, Ukay Karyadi, dalam jumpa pers secara virtual, Selasa (31/5).
Dia menyatakan jika industri hulu dikuasai segelintir pengusaha, para pemain baru kelapa sawit di hilir akan sulit untuk masuk. Dengan begitu, katanya, harga minyak goreng akan sulit turun di pasaran.
Berdasarkan data BPS dan Kementerian Pertanian, pekebun rakyat rata-rata hanya memiliki 2,21 hektar luas lahan sawit. Sebaliknya, luas perkebunan yang dimiliki swasta rata-rata menguasai 4.247 hektare, dan perkebunan negara rata-rata hanya menguasai 3.320 hektare. Sementara itu, ketimpangan Hak Guna Usaha (HGU) sebesar 0,77 atau termasuk tinggi. Hampir semua provinsi memiliki ketimpangan yang tinggi dari 0,5-1 persen.
Ukay mengatakan hal tersebut terbukti dengan harga minyak goreng curah yang hanya turun rata-rata tiap daerah 10 persen saja hingga saat ini, dan masih jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) pemerintah.