Jakarta, FORTUNE - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan pemberlakuan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan NPWP dengan format 16 (enam belas) digit baru pada layanan administrasi perpajakan per Januari 2024.
Maklumat tersebut disampaikan menyusul diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan No.136/2023 (PMK-136) yang mengatur bahwa NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 digit baru dapat digunakan pada layanan administrasi perpajakan secara terbatas hingga 30 Juni 2024.
Lewat keterangan resminya, DJP menetapkan bahwa mulai Masa Pajak Januari 2024, format NPWP yang digunakan dalam administrasi perpajakan yaitu:
- NPWP dengan format 15 digit (NPWP 15 digit) atau NIK, bagi orang pribadi yang merupakan penduduk; atau
- NPWP 15 digit, untuk Wajib Pajak orang pribadi bukan penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.
NIK dimaksud merupakan NIK yang telah dipadukan dengan NPWP atau terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
DJP juga mengumumkan bahwa dalam pembuatan bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak yang telah memadankan NIK takkan terkena tarif lebih tinggi seperti tertuang dalam Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) Undang-Undang PPh.
Berdasarkan Pasal 2 PMK-136/2023, dijelaskan bahwa terhitung sejak 14 Juli 2022 wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk harus menggunakan NIK. Artinya, jika NIK wajib pajak belum terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak, ia dianggap belum memiliki NPWP.
"Dalam hal identitas penerima penghasilan [...] diisi dengan NIK yang telah diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta telah terintegrasi dengan Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2, tarif lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5a), Pasal 22 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (1a) UU PPh tidak dikenakan atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh terhadap orang pribadi penduduk dimaksud," demikian bunyi petikan pengumuman tersebut, Selasa (13/2).
Dalam Pasal 21 ayat (5a) UU PPh, disebutkan bahwa besaran tarif yang dimaksud sesuai dengan yang diterapkan pada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20 persen daripada tarif yang diterapkan pada wajib pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
"Terhadap orang pribadi penduduk [...] yang belum melakukan pendaftaran dengan mengaktivasi NIK sebagai NPWP, Direktur Jenderal Pajak dapat mengaktivasi NIK sebagai NPWP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," demikian pengumuman tersebut.