Perang Israel-Palestina Bikin Aset Safe Haven Kembali Diburu Investor

Jakarta, FORTUNE - Eskalasi konflik Israel-Palestina membuat harga sejumlah komoditas safe haven mengalami kenaikan.
Harga emas dalam perdagangan internasional berdasarkan acuan Comoditiy Exchange (COMEX) telah meningkat 1,69 persen dari US$1.845,20 per troy ons pada Sabtu (7/10) ke US$1.876,40 per troy ons pada Selasa (10/10).
Sementara harga emas dalam perdagangan spot meningkat 1,58 persen dari US$1.833,01 per troy ons menjadi US$1.862,28 per troy ons pada periode sama.
Pengamat Pasar Keuangan, Aristo Tjendra, mengatakan hal tersebut wajar sebab investor perlu mengukur risiko geopolitik dan perkembangan di Timur tengah terhadap pasar. Namun, kenaikan harga emas tersebut masih bisa tertahan jika dolar AS masih menguat.
"Jadi emas spot mungkin masih bergerak di bawah $1900 per troy ons," ujarnya kepada Fortune Indonesia.
Untuk dolar AS, penguatan utamanya dipicu oleh ekspektasi kenaikan suku bunga atau kebijakan suku bunga tinggi Bank Sentral AS.
"Kenaikan suku bunga acuan atau kebijakan suku bunga tinggi ini karena inflasi AS belum turun juga ke kisaran inflasi," ujarnya.
Kenaikan dolar AS tersebut juga akan memberi pengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Sebab, jika suku bunga acuan AS, level Fed Fund Rate akan menyamai suku bunga acuan BI dan bisa memicu peralihan aset dari rupiah ke dolar AS.
Karena itu, menurutnya, investor akan memfokuskan perhatian pada rilis data inflasi AS pada hari ini, Rabu (11/10), dan Kamis (12/10).
"Bila data inflasi masih menunjukkan potensi rebound, ini akan memperkuat sentimen penguatan dollar AS saat ini. Tapi sebaliknya bila inflasi menunjukkan tren turun, dolar AS bisa melemah lagi terhadap nilai tukar lainnya termasuk rupiah," katanya.
Konflik ini menambah penguatan dollar AS karena sebagian pelaku pasar khawatir konflik bisa meluas dan memberikan sentimen negatif perekonomian global sehingga pelaku pasar mencari aman pada aset dolar AS dan juga emas.
"Dengan faktor di atas yang masih mempengaruhi pasar saat ini, rupiah masih berpeluang melemah pekan ini. Resisten di level tertinggi tahun 2022 bulan November dimana rupiah pernah mencapai 15768. Kalau level ini tidak bisa menahan pelemahan rupiah juga, rupiah mungkin naik ke 15.800 atau lebih. Sulit untuk memprediksi level puncaknya," ujar Ariston.
Pada penutupan pasar kemarin (10/10), dolar kembali menguat terhadap rupiah meski tak seagresif tahun lalu. Rupiah ditutup melemah 55 poin pada level Rp15.738 per US$ dari penutupan hari sebelumnya pada level Rp15.692 per US$.
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap US$ akan kembali melemah pada rentang Rp15.720 hingga Rp15.770 per US$ dalam perdagangan Rabu (11/10).