Jakarta, FORTUNE - Pemerintah diminta melakukan penyesuaian terhadap kebijakan perdagangan yang mengganggu volume ekspor sawit. Kebijakan yang ada memberikan dampak luas kepada harga tandan buah segar (TBS) petani dan kondisi over kapasitas di tanki penyimpanan pabrik sawit.
Keinginan pemerintah mempercepat ekspor sawit dapat terealisasi asalkan kebijakan yang mendistorsi pasar seperti kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) minyak kelapa sawit dihapuskan. “Jadi rekomendasi dmo ini sebaiknya dihapruskan agar ekspor cpo lancar, dan terus meningkatkan permintaan,” kata Ketua Tim Peneliti LPEM UI Eugenia Mardanugraha dalam diskusi daring, Jumat (16/9).
Dalam kajiannya, ketika pemberlakukan moratorium larangan ekspor minyak sawit pada 28 April 2022 sampai Mei 2022 telah merugikan Indonesia secara ekonomi makro. Pada kuartal II-2022, menurut Eugenia pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya mencapai 8,5 persen. Namun dengan adanya larangan ekspor, pada saat itu ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,45 persen.
“Ini sudah pasti pembatasan ekspor apapun termasuk CPO yang merupakan komaditas utama Indonesia pasti menghambat pertumbuhan ekonomi, Indonesia sudah rugi 3 persen,” ujarnya.
Kebijakan pemerintah yang membatasi kegiatan ekspor berakibat tangki pabrik kelapa sawit (PKS) mengalami over kapasitas. Situasi ini berakibat pabrik sawit membatasi pembelian TBS dari petani.
“Situasi ini membuat harga TBS jatuh, dan membawa penderitaan kepada petani sawit, khususnya petani sawit swadaya. Pembatasan ekspor CPO, meskipun sementara dalam waktu singkat mendistorsi kegiatan perdagangan kelapa sawit dari hulu hingga hilir. Dampak negatif terbesar dirasakan oleh petani sawit swadaya karena harga TBS tidak kunjung menyesuaikan dengan harga internasional,” tuturnya.
Dia sepakat penghapusan kebijakan DMO. Solusinya pemerintah menjadikan Pungutan Ekspor dan Bea Keluar dapat juga dijadikan instrumen untuk mengatur volume ekspor.
“Apabila suplai CPO di dalam negeri dianggap berkurang, maka pemerintah dapat meningkatkan tarif. Sebaliknya apabila ekspor ingin diperbesar, maka tarif diturunkan. Apabila instrumen tarif dapat berfungsi dengan baik sebagai pengendali ekspor,” ujar Eugenia.