Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2024 tumbuh melambat dibandingkan bulan sebelumnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Ramdan Denny Prakoso mengatakan posisi ULN Indonesis per Mei 2025 sebesar US$435,6 miliar, tumbuh 6,8 persen secara tahunan (YoY). Adapun angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2025 yang mencapai 8,2 persen (YoY).
Ia menjelaskan perkembangan positif tersebut disebabkan perlambatan pertumbuhan ULN di sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN swasta.
"Meskipun begitu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," kata Ramdan dalam siaran pers, Senin (14/7).
Ia mengatakan, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terjaga sebesar 30,6 persen, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,6 peren dari total ULN.
Utang luar negeri pemerintah sebanyak US$209,6 miliar, tumbuh sebesar 9,8 persen (yoy). Meskipun meningkat, tetapi pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan Apriil 2025 yang mencatat pertumbuhan 10,4 persen ssecara tahunan.
Perlambatan tersebut disebabkan pembayaran jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) internasional di tengah aliran masuk modal asing pada SBN domestik, seiring tetap terjaganya kepercayaan investor global terhadap prospek perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Utang luar negeri pemerintah ini digunakan sebagai instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Maka dari itu alokasinya diarahkan pada program prioritas dalam mendukung stabilitas dan momentum pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN.
Berdasarkan sektor ekonomi, utang luar negeri pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 22,3 persen dari total ULN pemerintah. Kemudian Administrasi pemerintah, oertahanan, dan jaminan sosial wajib mengambil porssi 18,7 persen, diikuti jasa pendidikan 16,5 persen, konstruksi 12,0 persen, dan transportasi serta pergudangan 8,7 persen.
"Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah," kata Ramdan.