Jakarta, FORTUNE - Kerusakan lingkungan yang terjadi di Kawasan Raja Ampat akibat aktivitas penambangan nikel memicu kekhawatiran serius.
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P. Sasmita menilai kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan tambang di daerah yang juga memiliki status konservasi dan pariwisata strategis.
Ronny mengatakan, pemerintah masih menganggap pertambangan sebagai sektor “anak emas” dibanding sektor lainya, tanpa memikirkan imbasnya di masa depan terhadap sebuah kawasan. Meskipun aktifitas pertambangan tersebut dilakukan di kawasan konservasi berstatus khusus, tetapi kerusakannya dapat menyebar ke kawasan lainnya.
"Persoalan mindset ini perlu disesuaikan dengan keadaan saat ini. Pemerintah perlu belajar dari kasus-kasus pertambangan di Sulawesi, yang secara ekonomi dan sosial justru lebih merugikan Indonesia," kata dia, Senin (10/6).
Karena itu, Ronny meminta agar pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama di Papua, khususnya Raja Ampat
Ia meminta diberlakukannya regulasi yang lebih ketat untuk tambang di kawasan konservasi, agar tidak mengorbankan potensi pariwisata maupun kelestarian alam setempat. Kelestarian alam, mulai dari biota laut, kontour lahan, bentuk asli kawasan, sampai pada vegetasi harus dipastikan terjaga dan terjamin, baik secara konstitusional maupun secara teknis operasional.
Hal yang tak kalah penting, pertambangan di Raja Ampat harus dimoratorium untuk kemudian ditinjau ulang serta dilakukan kajian khusus lanjutan, sampai ditemukan formula baru dan aturan main baru yang lebih tepat dan memberikan ruang kepada Raja Ampat sebagai kawasan strategis pariwisata nasional untuk berkembang.