Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Plang penyitaan aset tanah milik obligor BLBI di kawasan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (3/9/2021). ANTARA FOTO/Fauzan

Jakarta, FORTUNE - Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) terus melakukan upaya penagihan piutang instansi pemerintah yang tak kunjung dibayar. Hingga September 2022, jumlah Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) aktif yang diurus oleh PUPN sebanyak 45.524 berkas dengan total nilai outstanding sebesar Rp170,23 triliun.

Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara DJKN Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Encep Sudarwan menuturkan nominal tersebut didominasi dengan piutang obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai sekitar 13.600 berkas dengan nilai mencapai Rp110,45 triliun.

"Ini gross-nya, ya. Karena dalam piutang kan ada yang namanya penyisihan. Tapi kami sampaikan semuanya ini, karena walaupun kami sudah lakukan penyisihan piutang, kalau bisa kita tagih semuanya," ujarnya dalam agenda bincang bareng DJKN, Jumat (16/9).

Meski demikian, jelas Encep, tak semua obligor BLBI memiliki tagihan besar. Sebab, ada juga utang-utang puluhan hingga ratusan juta yang sebelumnya merupakan debitur bank eks BLBI, yang kemudian dialihkan menjadi piutang pemerintah. 

"Dulu pembayarannya itu kan aset yang bentuknya kredit yang dicatat di bank. Misalnya Bank X memiliki hak tagih. Hak tagih dia ke debitur itu yang dijadikan alat pembayaran (ke negara). Jadi debitur yang tadinya utan ke Bank X, jadi ke negara," jelas Encep. 

Sebagai informasi, berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021, piutang aset eks BLBI senilai Rp110,45 triliun itu terdiri atas aset kredit eks BPPN/PPA dan piutang Bank Dalam Likuidasi (BDL) sebesar Rp101,8 triliun, aset properti senilai Rp8,06 triliun, aset surat berharga senilai Rp489,4 miliar, aset saham senilai Rp77,9 miliar. aset inventaris senilai Rp8,47 miliar, dan aset nostro senilai Rp5,2 miliar.

Perkuat penagihan

Editorial Team

Tonton lebih seru di