Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Pemerintah melepaskan harga minyak goreng kemasan ke mekanisme pasar . ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Jakarta, FORTUNE - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan rencana penyetopan penjualan minyak goreng oleh ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengarah pada pelanggaran Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Komisioner KPPU, Chandra Setiawan, menyebut rencana Aprindo dapat dikategorikan sebagai tindakan kartel yang tergolong dalam larangan praktik monopoli dan persaingan usaha berdasarkan Pasal 11 beleid tersebut. Konsumen pun menjadi pihak yang akan dirugikan karena dihadapkan dengan kenaikan harga produk.

"Harga akan mengalami kenaikan karena produk tersebut akan mengalami kelangkaan di pasaran," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (10/5).

Aprindo berencana menyetop penjualan minyak goreng pada ritel modern pada Agustus mendatang sebagai buntut dari tidak dibayarkanya selisih harga minyak goreng atau rafaksi senilai Rp344,15 miliar untuk kebijakan satu harga yang dijalankan pada 19–31 Januari 2022.

Nilai yang menjadi utang pemerintah tersebut dihitung berdasarkan rata-rata selisih harga keekonomian minyak goreng Rp17.260 per liter dengan harga jual yang ditetapkan oleh pemerintah pada Rp14.000 per liter.

Telah melakukan pertemuan dengan pihak terkait

Chandra mengaku telah memanggil pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Aprindo untuk mencari tahu akar permasalahannya.

Setelah ditelusuri, sumbernya adalah ketiadaan landasan hukum yang dapat digunakan oleh Kemendag. Sementara itu, 31 pengusaha ritel modern mempunyai hak karena telah ikut menjalankan kebijakan satu harga minyak goreng lewat 42.000 gerainya.

Dasar hukum dari kebijkan minyak goreng satu harga adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Beleid tersebut kemudian tidak berlaku setelah diterbitkannya Permendag Nomor 6 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

"Pelaku usaha mengalami kerugian yang cukup besar, opportunity cost, karena masalah ini berlarut-larut tak kunjung diselesaikan. Pelaku usaha sudah mengalami kerugian dua kali, yaitu selisih Harga Acuan Keekonomian (HAK) dengan harga pasar, dan selisih HAK dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang mencapai Rp344 miliar," ujar Chandra.

Rekomendasi KPPU bagi pemerintah

Editorial Team

Tonton lebih seru di