Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Dok. Pertamina

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan dua tantangan besar yang dihadapi sektor minyak dan gas (migas) kedepan. Pertama, meningkatnya konsumsi domestik yang tidak diimbangi dengan produksi dalam negeri. Kedua, dorongan global untuk memitigasi perubahan iklim dengan mengurangi emisi dan penggunaan bahan bakar fosil.

"Bagaimana Indonesia dapat membangun dan memelihara energi secara berkelanjutan di sisi lain Indonesia memenuhi dan berpartisipasi dalam upaya kolektif global untuk menghindari bencana perubahan iklim akan menjadi tantangan ke depan," ujarnya dalam The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021, Selasa (30/11).

Menurut Sri Mulyani, peningkatan konsumsi yang tak sejalan dengan produksi itu terlihat dari penurunan lifting (produksi siap jual) migas dalam satu dekade terakhir. Ia menyebut, misalnya, lifting migas 2020 hanya mencapai 707 ribu barel per hari (bph). "Kita juga melihat produksi gas turun menjadi 983 ribu BOEPD," tuturnya.

Jika masalah ini tak segara diatasi, neraca perdagangan berpotensi mengalami defisit dan mengganggu stabilitas perekonomian. "Hal ini memberi kelemahan bagi perekonomian jika ingin tumbuh secara stabil dan berkelanjutan. Jadi, migas menciptakan situasi yang menantang," ujarnya.

Di sisi lain, Indonesia juga memiliki target untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 pada 2030. Sektor energi, termasuk hulu migas, menjadi sasaran utama karena kontribusinya terhadap produksi carbondioksida cukup besar.

"Banyak diskusi terkait bagaimana Indonesia dan dunia dapat bertransformasi ke jalur net zero emission menjadi sangat penting dan pastinya akan berpengaruh pada industri migas," terangnya.

Momentum Transisi

Editorial Team

Tonton lebih seru di