Jakarta, FORTUNE – Industri pengolahan cokelat menghadapi sejumlah tantangan bessar seiring lonjakan harga bahan baku serta penurunan produksi global. Di sisi lain, industri ini masih memiliki potensi untuk berkembang apabila mendapatkan dukungan tepat.
Berdasarkan data dari Trading Economics, harga kakao saat ini diperdagangkan di kisaran US$8.400 per ton. Angka ini menunjukkan lonjakan signifikan dibandingkan April 2023 yang masih berada di sekitar US$3.702 per ton. Kenaikan harga tersebut diperkirakan akan memengaruhi volume pengolahan biji kakao secara global.
Para pelaku industri bahkan memprediksi bahwa hasil giling kakao pada kuartal I akan mengalami penurunan sekitar 5-7 persen.
Kondisi ini tentu memberikan tekanan pada industri cokelat. Melemahnya permintaan akan berdampak langsung terhadap volume produksi.
Dikutip dari Harian Kompas, Asosiasi Kakao regional mencatat penurunan signifikan dalam volume grinding atau pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi seperti cocoa liquor dan cocoa butter. Asosiasi Kakao Eropa (ECA) melaporkan penurunan 5,4 persen menjadi 331.853 ton, sementara Asosiasi Kakao Asia (CAA) melaporkan penurunan sebesar 0,52 persen menjadi 210.111 ton pada triwulan IV-2024.
Di tengah penurunan global ini, Indonesia sebagai salah satu eksportir produk olahan cokelat sebenarnya memiliki peluang untuk mengisi celah pasar. Namun, tantangannya adalah industri pengolahan cokelat dalam negeri masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor komoditas Kakao dan Olahannya (HS 18) melonjak tajam sebesar 315,8 persen secara tahunan pada Januari 2025, menjadi US$140 juta.