Jakarta, FORTUNE - Kementerian Keuangan Ukraina merilis obligasi perang untuk membiayai pasukan, senjata dan amunisi dalam perang melawan Rusia. Dikutip Fortune.com, surat utang senilai US$270 juta tersebut juga digunakan untuk memastikan kebutuhan keuangan negara terus terpenuhi selama perang.
“Kami melihatnya sebagai hasil yang baik, dan kami akan melanjutkan lebih jauh,” kata Komisaris Pemerintah Ukraina, Yuriy Butsa, usai obligasi tersebut dirilis.
Jadi apa sebenarnya obligasi perang itu, dan apa bedanya dengan jenis investasi obligasi lainnya?
Hal utama yang perlu diketahui adalah investor menerima pengembalian yang jauh lebih rendah untuk risiko mereka. Ukraina menawarkan imbal hasil 11 persen bagi kreditur yang meminjamkan modal mereka hanya untuk satu tahun. Itu mungkin terdengar seperti pengembalian yang menarik, tetapi inflasi sudah mencapai 10 persen di negara ini.
Lalu, kemungkinan Ukraina gagal bayar sudah dianggap tinggi sebelum tank Rusia meluncur ke negara itu. Obligasi konvensional berdenominasi dolar Ukraina yang jatuh tempo pada 2032, misalnya, turun ke harga hanya 31 sen pada Senin (28/3) menurut Financial Times, yang mengindikasikan investor institusi memperkirakan mereka akan kehilangan sebagian besar modal mereka.
Dengan berlanjutnya perang, Ukraina sekarang secara efektif terkunci dari pasar utang profesional dan tidak dapat meminjam pada tingkat yang mampu dibayarnya. Sebagai catatan, negara-negara kehilangan akses ke pendanaan biasanya bukan karena kurangnya investor obligasi, tetapi karena investor tersebut menuntut suku bunga yang sangat tinggi, dan kemampuan untuk membayar utang ini menjadi sangat mahal.
Berbeda dengan Treasury 10-tahun rata-rata atau obligasi Jerman, obligasi perang Ukraina karena itu tidak dipasarkan di manajer uang dunia, yang menuntut premi yang sesuai untuk menanggung kemungkinan default. Sebaliknya, mereka dijual terutama kepada individu-warga rata-rata yang tidak fokus pada memaksimalkan pengembalian.