Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Sejumlah warga mengantre untuk membeli minyak goreng curah di sebuah agen penjualan minyak goreng di kota Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (30/3/2022). ANTARA FOTO/Anis Efizudin

Jakarta, FORTUNE - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyebut disparitas harga internasional menjadi momok bagi pasar minyak goreng di dalam negeri. Demi dapat mengontrolnya, produsen minyak goreng mengusulkan kepada pemerintah untuk dapat membuat regulasi yang berpihak pada kebutuhan domestik.

“Belum tentu mereka (masyarakat) punya kemampuan bersaing dengan pasar Internasional. Misalkan minyak goreng jadi materi yang sangat penting di negeri ini harusnya goverment hadir,” kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (30/3).

Menurutnya, harus ada satu perusahaan BUMN yang kuat dalam produksi minyak sawit guna melawan dominasi swasta di sektor ini sehingga bisa mengendalikan gejolak di pasar atau menjadi price leader.

Pada 1997, dia bercerita, PTPN Group masih menguasai 68 persen dari total kebun sawit yang ada di Indonesia. Namun, ada kebijakan pemerintah saat itu yang memaksa perusahaan pelat perah tersebut berhenti melakukan ekspansi. “Hingga saat ini swasta melejit punya 62 persen kebun sawit, sementara PTPN hanya 4-6 persen,” ujarnya.

Jika PTPN memiliki 2 juta hektare kebun sawit, perusahaan perkebunan ini bisa mendominasi sebagai penentu harga di dalam negeri. Sayangnya, menurut catatan Sahat, PTPN hanya memiliki 600 ribu hektare lahan sawit.

"Kalau punya 2 juta hektare lahan sawit, maka produksi bisa sampai 10 juta ton per tahun ini. In one command, mereka bisa tentukan harga bukan swasta," kata Sahat.

Harus punya cadangan minyak goreng

Selain itu, dia menyarankan negara juga harus memiliki buffer stock atau cadangan pasokan minyak goreng. Hal ini untuk menyetabilkan harga pasar jika terjadi gejolak harga sawit di tingkat global atau ada kendala lainnya yang memengaruhi harga.

Sahat menyatakan setuju dengan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng. Menurutnya, harga di dalam negeri jangan disamakan dengan harga internasional. Dengan status produsen CPO terbesar di dunia, masyarakat Indonesia pun berhak menikmati minyak goreng dengan harga terjangkau

Stok minyak goreng curah

Editorial Team

Tonton lebih seru di