Dilansir dari laman Kementerian Agama, Kamis (29/12) Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham menjelaskan, kewajiban sertifikasi halal bagi jenis produk secara lebih rinci diatur di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021.
Pasal 139 misalnya, mengatur bahwa kewajiban bersertifikat halal bagi jenis produk dilakukan secara bertahap.
Penahapan untuk pertama kali terdiri atas (a) produk makanan dan minuman; (b) bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman; dan (c) hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
Pasal 140 mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai sejak 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024.
Tahap kedua kewajiban bersertifikat halal diatur dalam Pasal 141 PP Nomor 39 Tahun 2021. Penahapan kedua kewajiban bersertifikat halal ini mencakup jenis produk:
- obat tradisional, obat kuasi, dan suplemen kesehatan (sampai 17 Oktober 2026);
- obat bebas dan obat bebas terbatas (sampai 17 Oktober 2029);
- obat keras dikecualikan psikotropika (sampai 17 Oktober 2034);
- kosmetik, produk kimiawi, dan produk rekayasa genetik (sampai 17 Oktober 2026);
- barang gunaan yang dipakai kategori sandang, penutup kepala, dan aksesoris (sampai 17 Oktober 2026);
- barang gunaan yang digunakan kategori perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, alat tulis, dan perlengkapan kantor (sampai 17 Oktober 2026);
- barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko A sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (sampai 17 Oktober 2026);
- barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko B sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (sampai 17 Oktober 2029);
- barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (sampai dengan tanggal 17 Oktober 2034); dan
- produk berupa obat, produk biologi, dan alat kesehatan yang bahan bakunya belum bersumber dari bahan halal dan/atau cara pembuatannya belum halal, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014 tentang produk impor yang masuk ke wilayah Indonesia wajib memiliki sertifikasi halal. Kewajiban tersebut berlaku sejak Oktober 2019 untuk produk produk dan jasa makanan dan minuman serta pemotongan hewan.
Kemudian sertifikasi halal juga berlaku untuk obat-obatan, kosmetik, dan barang konsumsi. Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 untuk mengimplementasikan kawasan penjaminan produk Halal.
Adapun sertifikasi halal dilakukan oleh BPJPH sebagai bidang administrasi utama, dengan partisipasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang berwenang untuk memeriksa dan/atau menguji kehalalan produk. Kemudian Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan fatwa halal pada produk tersebut.