Selain dijalankan dengan konsep tolong-menolong, dana tabarru juga diatur dalam peraturan yang berlaku dalam asuransi syariah.
Aturan tersebut tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah atau Fatwa DSN-MUI 21/2001.
Lewat peraturan tersebut, segala pedoman umum pelaksanaan asuransi syariah, terutama dana tabarru dapat dipahami di sana. Terutama mengenai akad tabarru yang merupakan jenis perjanjian dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong serta tidak dipakai demi tujuan komersial.
Selain itu, dasar hukum asuransi juga bisa Anda pahami dari UU No.41 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Sebagai pengawas aktivitas keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengatur dana tabarru lewat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 72.POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah.
Di sana, terdapat penjelasan mengenai penggunaan dana tabarru oleh perusahaan, yaitu sebagai berikut:
- Pemegang santunan/klaim/manfaat kepada pemegang polis atau peserta yang mengalami musibah atau pihak lain yang berhak berdasarkan polis asuransi syariah
- Pembayaran kontribusi tabarru kepada reasuradur
- Pembayaran kembali Qardh kepada perusahaan
- Pengembalian dana tabarru kepada pemegang polis atau peserta lainnya
- Biaya terkait pengelolaan aset dana tabarru.