SHARIA

Cegah Kekeliruan, Pengawasan Sertifikasi Halal Self Declare Diperketat

Khusus produk yang menggunakan bahan berisiko rendah.

Cegah Kekeliruan, Pengawasan Sertifikasi Halal Self Declare DiperketatIlustrasi logo halal baru. Dok. instagram/@kemenag_ri
04 September 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kementrian Agama (Kemenag) memperketat Metode sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha atau self declare.

Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media, Komunikasi Publik, dan Teknologi Informasi Wibowo Prasetyo, mengatakan sertifikasi halal melalui skema Self Declare adalah bentuk afirmasi negara terhadap pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Karenanya, pengawasan perlu diperkuat agar pelaksanaannya semakin optimal sekaligus meminimalisasi potensi kekeliruan.

"Sertifikasi Halal dengan metode self declare ini, merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap UMK. Sertifikasi halal self declare ini, adalah langkah strategis agar UMK kita dapat bersaing dalam perdagangan global," kata Wibowo, mengutip kemenag.go.id (4/9).

Sertifikasi halal self declare diperuntukkan bagi produk yang menggunakan bahan berisiko rendah dan menggunakan cara pengolahan sederhana.

"Produk UMK kita, mayoritas menggunakan bahan berisiko rendah. Bahannya diambil dari alam, misalnya singkong, pisang, ubi, dan sebagainya yang sudah bisa dipastikan kehalalannya. Cara pengolahannya pun sederhana, misalnya keripik singkong,” ujarnya.

Menurutnya, jika harus mengikuti sertifikasi halal dengan mekanisme reguler, harus uji lab, dan seterusnya, biayanya besar. "Di sinilah perlu keberpihakan agar UMK juga bisa terjun ke dunia perdagangan," katanya, menambahkan.

Metode sertifikasi halal dengan pernyataan pelaku usaha atau self declare sudah diberlakukan sejak 2021. Pelaksanaan self declare merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (JPH) dan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku UMK.

Metode ini dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) untuk meningkatkan jumlah produk usaha mikro kecil (UMK) yang bersertifikat halal. Berdasarkan data BPJPH, hingga 2 September 2023, terdapat 1.021.457 produk UMK yang bersertifikat halal pada tahun ini. Ini tercantum dalam 633.917 sertifikat halal self declare.

Syarat daftar sertifikasi halal gratis kategori Self Declare

Dok. Kemenag

Wibowo menambahkan, selain memperketat pengawasan proses sertifikasi halal self declare, penguatan dan peningkatan kualitas Pendamping Proses Produk Halal (PPPH) juga terus dilakukan. Menurutnya, sertifikasi halal menyangkut kepentingan hidup orang banyak, maka masyarakat harus ikut mengawasi. Pengawasan itu bisa dalam bentuk pengaduan dan pelaporan ke BPJPH bila menemukan penyimpangan atau kejanggalan pada produk bersertifikat halal.

“Kami sangat berterima atas peran serta masyarakat dalam pengawasan karena ini juga sesuai dengan amanah UU Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal,” sebutnya.

Berikut daftar persyaratan sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha kecil kategori self-declare melalui laman ptsp.halal.go.id.

  1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya;
  2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana;
  3. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500 juta yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri dan memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp 2 miliar rupiah;
  4. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB);
  5. Memiliki lokasi, tempat, dan alat proses produk halal (PPH) yang terpisah dengan lokasi, tempat, dan alat proses produk tidak halal;
  6. Memiliki atau tidak memiliki surat izin edar (PIRT/MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan/minuman dengan daya simpan kurang dari tujuh hari atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait.
  7. Memiliki outlet dan/atau fasilitas produksi paling banyak 1 (satu) lokasi;
  8. Secara aktif telah berproduksi satu tahun sebelum permohonan sertifikasi halal;
  9. Produk yang dihasilkan berupa barang (bukan jasa atau usaha restoran, kantin, catering, dan kedai/rumah/warung makan);
  10. Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya. Dibuktikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keptusan Menteri Agama Nomor 1360 Tahun 2021 tentang Bahan yang dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal;
  11. Tidak menggunakan bahan yang berbahaya;
  12. Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal;
  13. Jenis produk/kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan/rumah potong unggas yang sudah bersertifikasi halal;
  14. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis (usaha rumahan bukan usaha pabrik);
  15. Proses pengawetan produk yang dihasilkan tidak menggunakan teknik radiasi, rekayasa genetika, penggunaan ozon (ozonisasi), dan kombinasi beberapa metode pengawetan (teknologi hurdle);
  16. Melengkapi dokumen pengajuan sertifikasi halal dengan mekanisme pernyataan pelaku usaha secara online melalui SIHALAL.

Related Topics