SHARIA

Gelar Ijtima Ulama, MUI Bahas Masalah Pinjol hingga Mata Uang Kripto

Hasil ijtima diharapkan jadi rujukan bagi persoalan umat.

Gelar Ijtima Ulama, MUI Bahas Masalah Pinjol hingga Mata Uang KriptoGedung MUI Pusat di Jalan Proklamasi, Jakarta/Dok. MUI
09 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII pada 9-11 November 2021. Kegiatan bertajuk “Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa” tersebut akan dipusatkan di Hotel Sultan, Jakarta.

Dikutip dari laman MUI, Selasa (9/11), Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, terdapat sejumlah agenda yang dipersiapkan, terutama membahas persoalan kebangsaan. Mulai dari masalah fikih kontemporer, sampai dengan masalah hukum dan perundangan-undangan.

Membahas berbagai persoalan umat

Ijtima Ulama akan fokus membahas berbagai persoalan keumatan dan kebangsaan, namun semuanya dilihat dalam perspektif keagamaan.

"Dalam forum ini akan dibahas masalah strategis kebangsaan, di antaranya tentang dhawabith dan kriteria penodaan agama, jihad dan khilafah dalam bingkai NKRI, panduan pemilu yang lebih maslahat, distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan, dan masalah perpajakan,” kata Kiai Asrorun di Jakarta, Senin (8/11)

Di samping itu, lanjut Kiai Asrorun, Ijtima yang bertema “Optimalisasi Fatwa untuk Kemaslahatan Bangsa” ini juga akan membahas mengenai hukum pernikahan online.

Dalam membahas fikih kontemporer, para ulama akan membicarakan perihal nikah online,  cyptocurrency, pinjaman online, transplantasi rahim,  zakat perusahaan, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardh hasan, dan zakat saham.

Kajian fatwa halal haram transaksi aset kripto

Sebelumnya, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melakukan kajian untuk menentukan fatwa halal atau haramnya bertransaksi aset uang kripto. Kajian ini dalam rangka merespons peningkatan perdagangan aset kripto di kalangan masyarakat.  Meskipun fatwa tersebut belum dikeluarkan, dikarenakan kajian masih berjalan, dan masih dalam tahap proses.

Sekretaris Badan Pelaksana Harian (BPH) DSN-MUI, Prof. Jaih Mubarok, menjelaskan cryptocurrency merupakan mata uang digital yang dibuat melalui proses dengan teknik enkripsi yang dikelola jaringan peer to peer

Hal ini termasuk dalam domain siyasah maliyyah yang eksistensinya bergantung pada ketentuan dan atau keputusan otoritas yang setidaknya memenuhi kriteria uang sebagaimana disampaikan Muhammad Rawas Qal‘ah Ji dalam kitab al-Mu‘amalat al-Maliyyah al-Mu‘ashirah fi Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari‘ah.

Mengutip pendapat Qal‘ah Ji di atas yang menekankan aspek legalitas uang, Prof. Jaih menjelaskan, “Uang (nuqud) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, dan diterbitkan lembaga pemegang otoritas,” katanya, dilansir dari laman MUI, Selasa (9/11).

Atas dasar penjelasan tersebut, seandainya masyarakat dalam melakukan transaksi menggunakan unta (atau kulit unta) sebagai alat pembayaran, unta tersebut tidak dapat dianggap sebagai uang (nuqud), melainkan hanya sebagai badal (pengganti) atau ‘iwadh (imbalan) karena uang harus memenuhi dua kriteria.

Kriteria pertama, substansi benda tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, tetapi  hanya sebagai media untuk memperoleh manfaat. Kedua, diterbitkan lembaga yang memiliki otoritas untuk menerbitkan uang (antara lain bank sentral).

Related Topics