SHARIA

Masih Ragu Halal atau Haram? Ini Fatwa Trading Saham Syariah

Emiten syariah diatur dalam POJK Nomor 17/POJK.04/2015.

Masih Ragu Halal atau Haram? Ini Fatwa Trading Saham SyariahBursa Efek Indonesia/Dok. Desy Y/Fortune Indonesia
27 December 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Trading saham menjadi cara yang populer dilakukan investor untuk memperoleh keuntungan investasi saham dengan cepat. Apalagi banyaknya cerita kesuksesan yang banyak dibagikan di jejaring sosial membuat banyak orang tergiur terutama generasi muda. Wajar jika jumlah investor saham meningkat pesat menjadi 10 juta pada 2022.

Lantas bagaimana hukum trading saham dalam Islam, halal atau haram?

Fatwa MUI dan standar Syariah Internasional AAOIFI menyebutnya sebagai kegiatan yang dibolehkan (mubah). Namun, Anda perlu benar-benar mengetahui bila ada beberapa jenis saham dan praktik di dalamnya yang membuat aktivitas trading menjadi haram.

Hal yang Membuat Trading Saham Dibolehkan dalam Islam

Di dalam transaksi saham, terdapat unsur kegiatan antara manusia lewat sarana harta benda atau ekonomi (muamalah maliyah) yang dibolehkan dalam agama. 

Hal ini mengacu pada kaidah fikih yang tertulis dalam Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Adapun jenis saham yang diperbolehkan adalah saham syariah. Mengutip ekonomisyariah.org, Selasa (27/12) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menerbitkan fatwa Nomor 135 tahun 2020 tentang Saham. Fatwa ini menjadi landasan bagi masyarakat yang ingin memulai investasi atau trading saham syariah. 

Dalam fatwa DSN-MUI No. 135 Tahun 2020 tentang saham ini memuat beberapa hal penting antara lain:

  • Membahas lebih lanjut mengenai ketentuan dan batasan tentang Saham Perusahaan dari Aspek Syariah.
  • Mengatur kriteria, penerbitan, dan pengalihan Saham Syariah secara komprehensif dan detail.
  • Melengkapi fatwa DSN-MUI No.40 tahun 2003 dan fatwa DSN-MUI No.80 tahun 2011.
  • Terdapat 7 pasal dalam fatwa tersebut. Pasal 1 berisi 31 poin, pasal 2 1 poin pasal 3 12 poin, pasal 4 berisi 9 poin, pasal 5 7 poin, pasal 6 satu poin dan pasal terakhir penutup.

Kriteria Emiten Syariah

Saham syariah juga harus memenuhi kriteria sebagai emiten syariah. Dalam konteks pasar modal syariah Indonesia, emiten atau perusahaan syariah ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu  (1) emiten aktif; dan (2) emiten pasif. 

Melansir ekonomisyariah.org, emiten syariah aktif diatur melalui POJK Nomor 17/POJK.04/2015 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Syariah Berupa Saham oleh Emiten Syariah atau Perusahaan Publik Syariah. 

Dalam peraturan tersebut, emiten syariah aktif didefinisikan sebagai Emiten yang anggaran dasarnya menyatakan kegiatan dan jenis usaha serta cara pengelolaan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah di Pasar Modal.

Adapun emiten syariah pasif diseleksi berdasarkan kriteria POJK Nomor 35/POJK.04/2017 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah. Kriteria emiten syariah dimaksud antara lain;

  • Tidak melakukan kegiatan dan jenis usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal
  • Tidak melakukan transaksi yang bertentangan dengan Prinsip Syariah di Pasar Modal
  • Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total aset tidak lebih dari 45% (empat puluh lima persen)
  • Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan usaha dan pendapatan lain-lain tidak lebih dari 10% (sepuluh persen)

Related Topics