Aqil mengatakan, hasil survei tersebut cukup menggembirakan mengingat layanan dua tahun terakhir dilakukan dalam kondisi pandemi. Menurutnya, kepuasan publik tidak terlepas dari sejumlah capaian kinerja BPJPH.
Pertama, sepanjang 2021, telah diterbitkan sebanyak 16.297 sertifikat halal. Jumlah ini mencakup sertifikasi bagi produk makanan dan minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta obat-obatan, barang gunaan, dan kosmetik.
"Selama tahun 2021 BPJPH telah menerbitkan 16.297 sertifikat. Ini tentu hasil kerjasama yang baik antar stakeholder yang terlibat langsung dalam proses sertifikasi halal, mulai dari MUI, Lembaga Pemeriksa Halal, dan pihak terkait lainnya," ungkap Aqil.
Kedua, digitalisasi proses dan integrasi sistem antar pihak yang terkait dalam sertifikasi halal. Hal ini dilakukan untuk mengakselerasi proses sertifikasi halal. Integrasi sistem misalnya dilakukan antara SIHALAL BPJPH dengan OSS BKPM. Integrasi ini penting untuk mendapatkan data-data pelaku usaha yang sudah memiliki NIB.
Integrasi juga dilakukan antara SIHALAL dengan sistem yang dimiliki oleh LPH. Saat ini ada tiga LPH, yaitu: LPPOM MUI, Sucofindo, dan Surveyor Indonesia. "Untuk memudahkan pembayaran biaya sertifikasi halal, SIHALAL juga melakukan terintegrasi dengan sistem perbankan yang menerima pembayaran sertifikasi halal," kata Aqil.
Ketiga, afirmasi layanan sertifikasi halal bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Bentuknya, memberi layanan sertifikasi bagi UMK dengan biaya nol rupiah melalui skema pernyataan pelaku usaha (self declare). Tahun ini lebih dari 3.000 UMK menerima layanan ini.
Mekanisme ini, kata Aqil, melibatkan Pendamping Proses Produk Halal (PPH). Mereka bertugas melakukan verifikasi dan validasi terhadap pernyataan pelaku usaha yang disampaikan. Sebelum melakukan verifikasi dan validasi, pendamping PPH diberikan pelatihan terlebih dahulu.