Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi Islamic Economy. (ShutterStock/imrankadir)

Jakarta, FORTUNE - Keuangan syariah memiliki prospek cerah, berpeluang mencapai US$4,94 triliun pada 2025. Demikian menurut Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2021 dari Refinitiv.

Laporan itu juga membahas tren baru pada 2021, termasuk ekspansi industri teknologi finansial (tekfin) dan bank digital. Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab memimpin fenomena tersebut.

Tahun lalu, aset keuangan syariah global meningkat 14 persen menjadi US$3.374 triliun. Sektor terbesar kedua di keuangan Islam, sukuk, juga bertumbuh 16 persen berkat Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan negara-negara di Asia Tenggara.

Tak heran, sebab skor IFDI 2021 Indonesia dan Malaysia sendiri lebih tinggi ketimbang negara-negara Islami lain seperti Saudi Arabia, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan sebagainya.

Indonesia Tetap Berada di Peringkat Atas

Berdasar skor rata-rata IFDI pada 2021, Indonesia masih berada di posisi atas dalam daftar pasar keuangan syariah global dengan nilai 76. Akan tetapi, Malaysia masih lebih unggul karena memuncaki lis tersebut dengan skor 114.

Sebagai informasi, IFDI mengolah statistik dari 135 negara di seluruh dunia. Laporan itu berfungsi sebagai barometer industri keuangan syariah internasional.

Sejumlah unsur yang memengaruhi penilaian itu, yakni: pengembangan kuantitatif, pengetahuan, pemerintahan (governance), kesadaran (awareness), dan CSR. Indonesia dapat bersaing dengan Malaysia pada aspek pengetahuan dan CSR.

“Kami akan terus mengembangkan industri keuangan syariah sebagai bagian dari strategi memperkuat ketahanan ekonomi nasional,” kata Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Indonesia, Ventje Rahardjo.

Namun, Indonesia hanya memiliki aset keuangan syariah senilai US$119 miliar; masih tertinggal jauh dari Malaysia yang memiliki US$620 miliar.

ESG di Industri Keuangan Syariah

Editorial Team