Jakarta, FORTUNE - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mengungkapkan bahwa konten YouTube bisa dijadikan jaminan guna mengajukan pinjaman ke bank. Aturan soal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif.
Kabar ini menjadi celah baru bagi pelaku industri kreatif, sebab selama terkadang kesulitan mendapatkan permodalan, baik untuk mengembangkan usahanya maupun untuk membeli rumah demi kepentingan pribadinya. Namun, apakah benar demikian?
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Research Center dan Pengurus Pusat MES, Ronald Rulindo, mengatakan tidak semudah itu konten YouTube. “Sepertinya para bankir masih berkeberatan, disebabkan oleh beberapa alasan,” katanya, mengutip laman resmi MES, Kamis (18/8).
Alasan yang pertama, bagaimana model pengikatan dan eksekusi atas konten YouTube tersebut ketika terjadi gagal bayar? Jika jaminan berupa benda, jaminan tersebut dapat disita dan relatif mudah untuk dijual kembali, bergantung dari kualitas jaminan tersebut.
"Akan tetapi, jika seorang Youtuber gagal bayar, apakah infrastruktur yang ada sudah ada memungkinkan bank menuntut pada pihak Youtubenya untuk mengalihkan pembayaran pada bank, bukan pada si Youtubernya?" ujarnya.
Dia menambahkan, masalah ini menyebabkan permasalahan yang kedua. Jika pun memungkinkan, bank tidak memiliki expertise untuk tujuan tersebut, paling tidak untuk saat ini. Itu baru untuk kasus Youtuber.
Menurutnya, ekonomi kreatif merupakan bidang yang luas dengan perkembangan yang sangat pesat. Bank masih perlu waktu mempelajari ekosistem serta mekanisme kerja industri ini, sehingga bisa memastikan manajemen risiko bank sanggup untuk mengabsorbsi (menyerap) risiko yang mungkin timbul akibat kegiatan tersebut.
Jikalau kedua permasalahan di atas terpenuhi, terdapat permasalahan ketiga. Bagaimana cara menilai harga dari konten tersebut? Misalkan, anggaplah sebelumnya konten tersebut telah menghasilkan pendapatan cukup besar. Lalu, bagaimana memastikan pendapatan periode setelah pinjaman diberikan pendapatan yang dihasilkan juga sama besarnya?
“Jika untuk lagu, atau film yang dijual dengan cara tradisional, bagaimana nantinya jika terjadi pembajakan? Tentu penjualan akan turun. Tetapi, siapa yang akan menuntut? Bagaimana dengan pemutaran lagu di kafe-kafe yang juga seharusnya penyanyi dan pencipta lagu mendapat royalti?” katanya.
Terkait royalti, dia mengatakan pihak mana nanti yang harus mengambil royalti jika dijadikan jaminan dan mereka gagal bayar. Tentu bank tidak mau repot-repot melakukan hal tersebut. Kalaupun ada pihak ketiga yang menjalankannya, pasti ada biaya lagi yang harus dikeluarkan.
Dengan demikian, walaupun telah memberikan dasar hukum agar sertifikat kekayaan intelektual, merek, hak cipta ataupun yang lainnya bisa dijadikan jaminan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar hal ini bisa direalisasikan.