Meski berpeluang mendorong kemajuan industri keuangan syariah, tidak semua kelompok muslim berpandangan positif terhadap kripto. Mengutip studi Siswantoro dkk. (2020), ada tiga kelompok menyoal pandangan terhadap kripto, yakni: kontra, pro, dan netral.
Dari perspektif Islam, uang secara ekslusif digunakan untuk pertukaran, bukan untuk spekulasi atau perdagangan demi memperoleh keuntungan.
Menurut Bakar dkk. (2017), kelompok kontra menafikan kripto dari kategori uang karena tiga hal, yaitu kripto tak punya nilai intrinsik, dipegang oleh pemilik anonim, dan tidak stabil. Lebih lanjut, Meera (2018) menambahkan, kripto pun harus didukung oleh aset nyata guna memenuhi prinsip-prinsip Islam.
Di sisi lain, Shariah Review Bureau (2018) menganggap, token dan kripto dapat dikategorikan sebagai uang. Sebab, aset itu memenuhi persyaratan transaksi pertukaran. Amal (2018) juga menilai kripto punya aturan jelas untuk perdagangan, serta tak mengandung riba.
Sementara itu, grup netral berpendapat, perlu pengkajian lebih lanjut untuk menentukan halal-haramnya kripto. Asif (2018), misalnya, memandang sistem kripto tak bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, tidak untuk aspek turunannya.