Hery menambahkan, preferensi masyarakat yang kuat terhadap perbankan syariah membuat pertumbuhan industri sangat pesat dengan potensi pasar yang sangat besar.
Dari data yang dimiliki pihaknya CAGR lima tahun terakhir kinerja penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) di industri perbankan syariah Indonesia mencapai 13,8 persen. “Selain itu penetrasi aset keuangan syariah di Indonesia masih kecil yaitu sekitar 3 persen dari GDP. Dengan penetrasi ekonomi syariah yang rendah tersebut, memiliki peluang yang sangat besar untuk terus digali,” ujarnya.
Pada Juli 2021 aset perbankan syariah di Tanah Air tumbuh sekitar 16,35 persen dari Juni 2021. Sedangkan untuk pembiayaan tumbuh 6,82 persen dan DPK tumbuh 17,98 persen.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina MES mengatakan saat ini ekonomi syari’ah tidak lagi sekadar menjadi pilihan bagi komunitas muslim saja, tetapi telah menjadi salah satu penopang kekuatan ekonomi nasional.
Wapres Ma’ruf pun mengutip laporan Islamic Finance Development Indicator (IFDI) 2020. Dalam laporan itu Indonesia masuk 5 besar dari 135 negara dengan nilai aset industri halal tertinggi. Nilainya mencapai US$3 miliar, masih di bawah Uni Emirat Arab US$3 miliar, Malaysia US$10 miliar, Iran US$14 miliar dan Arab Saudi US$17 miliar.
“Kita meyakini bahwa posisi Indonesia masih sangat mungkin untuk meningkat lagi. Harapan kita potensi ekonomi dan keuangan syari’ah Indonesia yang sangat menjanjikan dapat dioptimalkan demi kesejahteraan umat dan Indonesia menjadi pemain utama ekonomi dan keuangan syariah dunia,” tuturnya.