Merespons hal ini, Ketua PBNU, Ishfah Abidal Aziz mengatakan, proyek tersebut konteksnya untuk memberikan edukasi kepada umat Islam terkait penyelenggaraan ibadah haji sebelum ke tanah suci.
"Mungkin konteksnya itu bukan untuk penyelenggaraan ibadah haji melainkan untuk melakukan edukasi. Kalau bicara Ka'bah posisinya seperti ini, kalau kita mengelilingi Ka'bah seperti ini," ujarnya dilansir dari MNC Portal.
Stafsus Menteri Agama ini turut mengimbau kepada warga Nahdliyyin untuk menjalankan ibadah haji sesuai ketentuan dan syariat Islam.
"Kita mengimbau kepada warga Nahdliyyin sebagaimana apa yang kita pahami, mengerti dalam menjalankan ritual penyelenggaraan ibadah haji sesuai ketentuan dan syariatnya," kata dia.
Pendapat lain juga diungkapkan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Muhammad Cholil Nafis yang menyebut haji yang dilakukan secara virtual di metaverse adalah tidak sah. Menurutnya, perintah pelaksanaan ibadah haji diharuskan hadir secara fisik di dunia nyata.
"Sebab Ibadah haji itu sifatnya ta’abbudi dan tauqifi. Begitu juga ibadah umrah harus di alam nyata sebagaimana tuntunan Rasulullah saw," kata Cholil kepada awak media.
Ia menilai peluncuran proyek metaverse bernama Virtual Black Stone Initiative oleh pemerintah Arab Saudi adalah bertujuan agar umat muslim dapat mengalami bahkan merasa mencium Hajar Aswad secara virtual sebelum melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Sehingga, peluncuran itu hanya sebagai sarana promosi wisata religi dari pemerintahan Arab Saudi.
"Metaverse baik untuk interaksi sosial dan transaksi ekonomi secara virtual dengan membuka alam maya sendiri seperti horizon, avatar dan lain lain. Namun ibadah mahdhal (murni) tidak dapat dipindahkan ke dunia fiksi," tuturnya.