"Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015," kata Ni'am, saat penutupan Itjima Ulama di Jakarta dilansir dari IDX Channel pada Kamis (11/11).
Ni'am menyebut mata uang kripto sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar. Selain itu, tidak memenuhi syarat sil'ah secara syariat, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.
"Cryptocurrency atau mata uang kripto sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas tidak sah untuk diperjualbelikan," ujarnya.
Selain membahas mata uang kripto, Itjima Ulama MUI juga menyepakati 12 poin bahasan aktual. Menyitir dari laman resmi MUI, Kamis (11/11), KH Asrorun Niam Sholeh memerinci kedua belas bahasan tersebut.
Poin yang disepakati, yaitu makna jihad, makna khilafah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.
Selain itu, mengenai hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.