Jakarta, FORTUNE - Lembaga riset dan konsultan strategi asal Amerika Serikat, DinarStandard, kembali merilis laporan tahunan bertajuk State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report edisi 2024/2025. Laporan ini menyoroti perkembangan dan peringkat kapasitas ekonomi negara-negara mayoritas Muslim berdasarkan indikator ekonomi Islam global.
Dalam laporan tersebut, Malaysia kembali menempati posisi teratas sebagai negara dengan ekosistem ekonomi Islam paling unggul, mempertahankan dominasinya selama 11 tahun berturut-turut. Penilaian dilakukan berdasarkan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) yang meliputi sektor makanan halal, keuangan syariah, wisata ramah Muslim, hingga modest fashion.
Arab Saudi berada di posisi kedua, sementara Indonesia tetap bertahan di peringkat ketiga—sebuah posisi yang telah ditempati selama tiga tahun terakhir. Negara-negara yang melengkapi posisi 10 besar antara lain Uni Emirat Arab, Bahrain, Yordania, Kuwait, Pakistan, Turki, dan Qatar.
“Selama 3 tahun di posisi ke-3 ini sebuah complishment,” ujar Reem El Shafaki, Partner DinarStandard dalam peluncuran SGIE 2024/2025 yang digelar di Gedung Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta dan secara virtual, pada Selasa (8/7).
Meski belum menduduki peringkat pertama, Indonesia menunjukkan keunggulan signifikan di sektor Modest Fashion, dengan skor 106,8—mengalahkan negara lain di kategori tersebut. Sementara itu, Malaysia memimpin sektor keuangan syariah dengan skor 282,6, sedangkan Indonesia berada di posisi keenam dengan skor 135,9.
Untuk indikator makanan halal, Malaysia masih terdepan dengan skor 117. Indonesia menempati posisi keempat dengan skor 78,8. Di kategori Muslim-Friendly Travel, Malaysia kembali unggul di peringkat pertama dengan skor 136,8, sementara Indonesia menyusul di peringkat kedua dengan skor 102,4.
Menanggapi hasil laporan tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, menegaskan bahwa pemerintah akan menjadikan SGIE sebagai acuan dalam memperkuat pengembangan ekonomi syariah nasional. Fokusnya mencakup sektor halal, mulai dari makanan, keuangan, wisata ramah Muslim, media, hingga farmasi.
“Tentang makanan halal, moderasi, keuangan Islam, pariwisata ramah Muslim, media, dan farmasi. Tidak hanya membentuk tren pasar, tetapi juga gerakan budaya. Indonesia bangga memainkan peran utama dalam transformasi ini,” ujar Rachmat.
Sementara itu, Wakil Presiden ke-13 RI Ma’ruf Amin menyatakan bahwa Indonesia memiliki legitimasi moral untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia. “Sebagai salah satu negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia punya legitimasi moral dan juga dukungan demokratis untuk melakukan berbagai upaya, sehingga bisa menjadi pusat ekonomi syariah dunia,” ujar Ma’ruf Amin.
Ia menambahkan, ekonomi syariah global saat ini tumbuh tidak hanya di negara mayoritas Muslim, tetapi juga di negara-negara non-Muslim. Pertumbuhan ini ditopang oleh peningkatan jumlah populasi Muslim global, pertumbuhan ekonomi di negara-negara Islam, serta kemajuan teknologi digital yang memperluas pemahaman tentang konsep ekonomi halal.
Menurut Ma’ruf, pengembangan sektor riil ekonomi syariah Indonesia—meliputi industri halal dan keuangan sosial syariah—memiliki potensi besar untuk memberi nilai tambah ekonomi sekaligus mendorong pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah telah mengintegrasikan arah kebijakan ekonomi syariah dalam RPJPN 2025–2045 dan RPJMN 2025–2029, yang dikoordinasikan oleh Bappenas.
“Ini sekarang sudah terintegrasi. Maka menjadi tugas kita semua untuk mengawal keselarasan dan implementasinya setiap tahun, baik di pusat oleh seluruh kementerian dan lembaga, maupun di daerah, oleh setiap pemerintah daerah, dan seluruh organisasi perangkat,” ujar Ma’ruf.