Jakarta, FORTUNE – Laporan Annual Members Survey (AMS) 2024–2025 mencatat adopsi fintech di Indonesia terus meningkat pesat. Namun demikian, industri ini masih dihadapkan pada tantangan literasi dan kepercayaan publik. Tercatat, sebanyak 80 persen pengguna fintech masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan mayoritas berasal dari kelompok berpendapatan menengah (Rp5–10 juta per bulan). Sementara itu, masyarakat berpenghasilan rendah (<Rp5 juta per bulan) dan wilayah non-Jawa masih tertinggal dalam akses layanan keuangan digital.
Untuk itu, Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Pandu Sjahrir berharap peluncuran Bulan Fintech Nasional (BFN) 2025 menjadi momentum untuk memperkuat penetrasi digital fintech dan menjadikan fintech sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.
“BFN menekankan eksekusi agar inovasi benar-benar menyentuh sektor riil dan UMKM. Sejalan dengan Asta Cita, BFN mendorong transformasi ekonomi digital, peningkatan produktivitas, perluasan inklusi keuangan, serta penguatan talenta digital Indonesia,” tambahnya,” kata Pandu saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (11/11).
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta menyatakan bahwa digitalisasi telah menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menekankan bahwa di tengah percepatan inovasi teknologi keuangan dan perubahan perilaku masyarakat menuju transaksi digital, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama.
“Hanya melalui sinergi antara regulator, industri, dan masyarakat, transformasi digital dapat berlangsung secara inklusif, berintegritas, dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Fintech kini bukan hanya inovasi, melainkan instrumen nyata untuk memperluas akses keuangan, meningkatkan efisiensi, dan memperkuat daya tahan ekonomi nasional,” kata Filianingsih.
