TECH

Pelapor Facebook Beri Masukan bagi Parlemen Inggris

Facebook perlu bertanggung jawab pada konten mereka.

Pelapor Facebook Beri Masukan bagi Parlemen InggrisPK Studio/Shutterstock
26 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Parlemen Inggris memanggil mantan karyawan Facebook, Frances Haugen, untuk memberi masukan terkait rancangan peraturan tentang tanggung jawab platform media sosial pada konten yang mereka unggah. Peraturan ini nantinya dapat mengendalikan perusahaan teknologi agar tidak merugikan masyarakat.

Melansir The Guardian (25/10), Haugen mengatakan bahwa budaya perusahaan teknologi seperti Facebook hanya memrioritaskan keuntungan daripada dampak teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Menurutnya, para pembuat kebijakan di perusahaan tidak punya keinginan untuk memastikan teknologi dijalankan dengan cukup aman.

“Hingga kami bertindak, sistem perusahaan akan dioperasikan untuk kepentingan pemegang saham dan bukan kepentingan publik,” kata Haugen kepada parlemen Inggris. “Bahkan, posisi Mark Zuckerberg tidak tergoyahkan di puncak Facebook dan memiliki kendali sepihak atas 3 miliar orang.”

Menurut Haugen, kepemilikan Facebook sudah diatur sedemikian rupa, sehingga sebagai pendiri Zuckerberg memiliki keistimewaan yang membuatnya menjadi satu-satunya pihak yang dapat mengendalikan bisnis. Kondisi Ini memberinya kendali besar atas Facebook dan beberapa platform di bawahnya, seperti Instagram dan WhatsApp.

Platform Facebook tidak aman bagi anak-anak

Haugen memperingatkan bahwa Instagram sebenarnya tidak aman untuk anak-anak usia pra-remaja. Padahal, platform media sosial ini digunakan oleh jutaan anak di seluruh dunia. Menurutnya, sistem Instagram berbahaya pada kesehatan mental dan citra fisik para remaja.

“Hal terakhir yang mereka lihat di malam hari adalah seseorang yang kejam kepada mereka. Hal pertama yang mereka lihat di pagi hari adalah pernyataan kebencian dan ini jauh lebih buruk lagi. Perbandingan sosial tentang tubuh, tentang gaya hidup orang, itulah yang akhirnya menjadi lebih buruk bagi anak-anak," ucap Haugen seperti dikutip The Guardian.

Selain itu, Haugen menambahkan bahwa dampak buruk sistem media sosial yang Facebook tawarkan juga terlihat dari banyaknya masalah politik yang memecah belah masyarakat. Akibat preferensi politik, masyarakat pun mulai saling bertarung dan terpolarisasi di dunia maya, contohnya adalah melalui layanan Grup Facebook.

“Apa yang Anda temukan adalah bahwa ketika orang-orang dikirimi misinformasi yang ditargetkan ke suatu komunitas, itu menyulitkan integrasi kembali ke masyarakat yang lebih luas karena yang dibagikan bukanlah fakta,” ucap Haugen.

Bahaya pun semakin menajam ketika Facebook dapat ‘menyesatkan’ publik karena kualitas terjemahan bahasa Inggris ke bahasa lokal yang berpotensi menimbulkan mispersepsi. Haugen menyebut bahwa alat yang dirancang untuk mengurangi bahaya dalam posting berbahasa Inggris masih kurang efektif di Inggris, karena fitur ini dikembangkan dalam bahasa Inggris Amerika.

Permasalahan Facebook sebenarnya sudah menjadi temuan kajian internal

Lebih mencengangkan, Haugen mengungkapkan bahwa penelitian Facebook sendiri menyamakan para pengguna aplikasi yang masih muda dengan orang yang kecanduan dan merasa tidak dapat meninggalkan layanan Facebook yang sebenarnya tidak membahagiakan mereka. Bahkan, kata Haugen, penelitian internal sebenarnya menemukan Instagram lebih berbahaya daripada media sosial lain seperti TikTok maupun Snapchat. Sayangnya, penelitian ini tidak disampaikan secara resmi ke publik.

Para pelapor, menurut Haugen, sebenarnya sudah menyarankan Facebook untuk mempersulit fitur berbagi materi, dalam rangka memperlambat penyebaran kebencian dan disinformasi. Sementara itu, perusahaan juga didorong untuk menghasilkan lebih banyak konten keluarga dan pertemanan ke dalam newsfeed.

“Beralih ke sistem yang berskala manusia adalah cara paling aman untuk mendesain media sosial. Kami menyukai media sosial sebelum kami memiliki sebuah tema konten yang sangat mendewakan algoritme,” ungkap Haugen.

Menurut Haugen, Facebook sebenarnya penuh dengan pekerja yang baik dan teliti. Namun, mereka bekerja dengan insentif buruk yang ditetapkan oleh manajemen dengan persyaratan yang berorientasi pada optimalisasi pengembalian finansial bagi para pemegang saham. “Facebook tidak mau mengalihkan sedikit saja keuntungannya untuk keselamatan sistem. Dan itu tidak bisa diterima,” ujarnya.

Related Topics