Jakarta, FORTUNE - Setelah gebrakan DeepSeek yang berhasil melampaui ChatGPT di awal 2025, Cina kembali menarik perhatian dunia teknologi dengan Manus AI, agen kecerdasan buatan dari startup Cina, Butterfly Effect. Sejak video demonya dirilis, produk ini viral dan dianggap sebagai inovasi yang mendorong "momen DeepSeek" lebih jauh bukan karena terobosan riset, melainkan kemampuannya menciptakan produk AI yang kompetitif bagi konsumen.
Antusiasme terhadap Manus AI begitu besar hingga mendapatkan akses eksklusif ke versi beta-nya terasa seperti memenangkan tiket konser Beyoncé di barisan depan.
"Luar biasa," kata Co-founder Twitter, Jack Dorsey, mengomentari kehebatan AI ini, melansir Bloomberg, Senin (17/3).
Sementara itu, kepala produk dari startup AI terkemuka Hugging Face menyatakan, "Ini adalah alat AI paling mengesankan yang pernah saya coba."
Perusahaan rintisan Butterfly Effect, yang berbasis di Beijing dan Wuhan, resmi memperkenalkan Manus AI pada 5 Maret 2025. Berbeda dari chatbot konvensional, Manus merupakan agen kecerdasan buatan (AI) yang dapat bekerja secara mandiri layaknya asisten virtual. Nama "Manus" sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti "tangan", mencerminkan kemampuannya dalam membantu pengguna menyelesaikan beragam tugas secara otomatis.
Tim Butterfly Effect yang dipimpin oleh Xiao Hong merancang sistem AI ini agar dapat menganalisis, merencanakan, dan mengeksekusi tugas kompleks dengan sedikit masukan dari pengguna. Antusiasme terhadap Manus begitu tinggi, bahkan kode undangan untuk mencoba versi beta dijual dengan harga lebih dari US$1.000 AS di Cina. Beberapa orang bahkan menyebut kehadiran Manus AI sebagai "momen DeepSeek kedua" dan meyakini Manus AI lebih dari sekadar chatbot biasa.
Dengan ekspektasi yang tinggi dan akses yang terbatas, banyak yang bertanya-tanya apakah Manus AI benar-benar revolusioner atau hanya sekadar tren sesaat di dunia teknologi?