Cina Perketat Konten Internet, Aplikasi Grindr Hilang dari App Store

Jakarta, FORTUNE – Grindr, aplikasi kencan untuk kelompok LGBTQ, dikabarkan menghilang dari toko aplikasi (App Store) di Cina. Penyebabnya ditengarai karena otoritas negara tersebut tengah memperketat pengawasan terhadap konten negatif di internet.
Menurut warta The Guardian, Selasa (1/2), data dari Qimai, perusahaan riset seluler, menunjukkan Grindr tak lagi tersedia di toko aplikasi Apple di Cina sejak pekan lalu.
Apple mengkonfirmasi temuan itu dengan mengatakan pengembang Grindr yang menghapus aplikasinya. Sedangkan, Grindr tidak menanggapi permintaan komentar. Namun, belakangan, menurut New York Post, Grindr menyebut bahwa Apple yang menghapus aplikasinya.
Terlepas dari itu, Grindr juga telah dihilangkan dari aplikasi Android yang dijalankan oleh pembuat ponsel Cina seperti Tencent dan Huawei. Sebaliknya, Google, raksasa teknologi Amerika Serikat (AS) yang juga pembuat Android, tidak mengoperasikan sistemnya di Cina. Dengan begitu, Google Play Store tidak tersedia di negara tersebut.
Grindr sebelumnya dimiliki oleh Beijing Kunlun Tech. Namun, pada 2020, perusahaan tersebut menjual aplikasinya kepada San Vicente Acquisition, perusahaan yang berbasis di AS. Hal itu setelah otoritas AS khawatir terhadap potensi penyalahgunaan data yang dapat berisiko terhadap masalah keamanan nasional.
Sensor menjelang Imlek dan Olimipiade Musim Dingin
Penghapusan aplikasi Grindr itu terjadi beberapa hari usai pemerintah Cina mengumumkan kebijakan sensor baru untuk mendorong penciptaan “suasana beradab, sehat, meriah, dan damai untuk opini publik " selama Tahun Baru Imlek dan menjelang Olimpiade Musim Dingin pada Jumat (4/2) ini. “Tindakan keras” tersebut menargetkan konten, seperti pornografi daring, rumor atau desas-desus, dan perjudian.
Pemerintah Cina memang telah melakukan dekriminalisasi—yang merupakan upaya mengubah ketetapan suatu perbuatan yang awalnya pidana menjadi perbuatan biasa atau tidak dapat dipidana—kepada kelompok homoseksual 25 tahun lalu.
Namun, pernikahan sesama jenis dan LGBTQ tetap dianggap tabu. Komunitas LGBTQ juga berada dalam tekanan dengan konten internet yang disensor. Itu belum termasuk pelarangan adegan romantis kelompok gay oleh regulator dalam film-film.