ilustrasi database (unsplash.com/Caspar Camille Rubin)
Jika kasus kebocoran data PLN itu dapat dikonfirmasi, maka itu akan menambah daftar panjang perkara serupa di Indonesia. Yang mungkin menjadi sorotan adalah kasus peretasan data ini banyak terjadi di institusi pemerintah.
Kasus akun Instagram Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sempat diretas bisa jadi misal. Akun @kemenparekraf.ri dengan pengikut lebih dari 860 ribu itu tiba-tiba menghilang pada Rabu (9/3) malam dan tidak dapat diakses.
“Kejadian ini adalah bukti rentannya sistem pertahanan siber Indonesia. Ini yang harus kita lakukan pembenahan,” begitu pernyataan resmi Sandiaga melalui akun IG pribadinya, Kamis (10/3).
Situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dilaporkan sempat diretas pula sehingga berdampak ke kebocoran data. Hal tersebut usai akun Twitter DarkTracer mengunggah informasi ratusan ribu data kredensial di situs gelap.
“Berdasarkan investigasi kami, situs DJP dipastikan aman dan dapat diakses sebagaimana biasanya. Kebocoran data diduga berasal dari perangkat pengguna yang terinfeksi malware kemudian digunakan untuk masuk ke situs pemerintahan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor, dalam keterangan resmi, Jumat (4/3).
Bank Indonesia (BI) juga mengalami kasus sama. Data 74GB miliknya diduga bocor setelah digaungkan via Twitter oleh DarkTracer. Namun, Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan bank sentral telah memperkuat keamananya usai kasus tersebut.
Lantas data pasien rumah sakit yang tersimpan pada server milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bocor dan bahkan diduga diperjualbelikan di situs gelap Raidforums. Sedangkan, tahun lalu ada kasus BPJS Kesehatan dengan 279 juta data penggunanya yang dijual di situs gelap, juga dugaan kebocoran 1,3 juta pengguna aplikasi electronic Health Alert Card/eHAC.