ilustrasi Google Maps (unsplash.com/Henry Perks)
Langkah Google menggabungkan tim Maps dan Waze ini merupakan bagian dari upaya efisiensi bisnis, termasuk dengan memangkas pekerjaan yang tumpang tindih
Meski melakukan reorganisasi, raksasa teknologi itu dikabarkan takkan menempuh langkah pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, CEO Waze, Neha Parikh, diperkirakan bakal meninggalkan posisinya dalam masa transisi ini.
CEO Google, Sundar Pichai, sebelumnya mengatakan pihaknya berupaya untuk membuat perusahaan menjadi lebih produktif dan efisien. Dia mengakui ada tekanan dari investor untuk menghemat biaya. Menurutnya, beberapa langkah untuk mencapai itu bisa melalui PHK atau menggabungkan beberapa produk perusahaan.
Sejak diakuisisi Google senilai lebih dari US$1 miliar pada 2013, Waze tetap independen dari layanan Google Maps asli. Noam Bardin, mantan CEO Waze, sempat menyatakan bahwa "Google menepati janji dan memberi kami otonomi" setelah kepergiannya pada 2021.
Menurut catatan The Wall Street Journal, Waze memiliki sekitar 151 juta pengguna aktif bulanan, dan berfokus pada penyediaan data lalu lintas terperinci untuk pengemudi. Sedangkan, pengguna Google Maps mencapai 1 miliar.
Waze dan Maps telah berbagi fitur sejak diakuisisi oleh Google. Data lalu lintas Waze mulai muncul di Maps tidak lama setelah akuisisi, dengan batas kecepatan, lokasi radar, dan fitur lainnya yang hadir kemudian. Sebagai balasan, Waze mendapat manfaat dari pengetahuan Google dalam pencarian.
Dikutip dari engadget, Waze adalah aplikasi navigasi yang sangat populer khususnya di Eropa, karena bersumber dari banyak pengguna. Pengguna individu dapat dengan mudah melaporkan lalu lintas, polisi, kecelakaan, masalah peta, kamera radar, dan lainnya dengan satu sentuhan tombol. Google Maps menambahkan kemampuan untuk melaporkan insiden mengemudi pada 2019, tetapi kurang diarahkan untuk mengandalkan kontribusi pengguna atau crowdsourcing.