Fenomena “VC Zombie” Tak Terjadi di RI, Ini Kata Pelaku Industri

Jakarta, FORTUNE – Para pelaku industri modal ventura (venture capital/VC) menyebutkan bahwa fenomena “VC Zombie” agaknya tidak terjadi di dalam negeri. Alih-alih perkara kesulitan pendanaan, mereka menyatakan bahwa fokus pelaku VC saat ini adalah mengalirkan pendanaan ke perusahaan rintisan secara selektif.
VC Zombie merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi perusahaan modal ventura yang tengah mengalami gejolak dalam segi pendanaan, serta cuma mengelola portofolio startup milik masing-masing.
Lantaran tidak dapat mengumpulkan pendanaan lebih banyak, mereka mungkin bakal mengalami kesulitan dalam bertahun-tahun menyusul sifat investasi modal ventura yang jangka panjang. “Jumlah itu bisa mencapai 50 persen dari VC dalam beberapa tahun ke depan,” kata Maelle Gavet, Kepala Eksekutif jaringan pengusaha global Techstars, seperti dilansir dari The Star, yang mengutip CNBC International, Kamis (2/3).
Kepada Fortune Indonesia, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, Wilson Cuaca, menyatakan fenomena VC Zombie itu tidak benar. Dia lantas mengutip data yang menunjukkan bahwa tahun lalu modal ventura di Asia Tenggara saja mampu menghimpun dana US$3 miliar–4 miliar.
“Jadi, uang masih banyak untuk diinvestasikan,” katanya dalam keterangan tertulis.
Menurut laporan Deal Street Asia, VC yang berbasis di Asia Tenggara sanggup meraih total 31 pendanaan sepanjang tahun lalu dengan nominal US$4,14 miliar, dan dianggap lebih tinggi ketimbang era sebelum Covid-19.
Sementara, berdasarkan laporan Daily Social, total pendanaan perusahaan rintisan pada 2022 bernilai US$4,2 miliar berdasarkan 260 transaksi. Angka tersebut menurun 38 persen ketimbang US$8,6 miliar total pendanaan pada 2021.