Jakarta, FORTUNE - Pandemi dapat menyeret kondisi psikologis seseorang ke tepi kegelapan. Nova K., 25, mengalaminya. Dalam setahun pertama virus corona menguji ketahanan Indonesia, perempuan asal Surakarta, Jawa Tengah, itu dikungkung kecemasan. Tiap kali mendengar suara burung tertentu, pikirannya sontak kacau-balau.
“Waktu itu pas sekali ada kerabat dekat yang meninggal. Terus aku jadi overthinking gitu, takut banget antara meninggalkan atau ditinggalkan, terutama sama keluarga inti atau keluarga terdekat,” katanya kepada Fortune Indonesia, Rabu (18/8).
Namun, Nova menolak terisap lebih jauh ke dalam pusaran kegelisahan. Dia lantas memanfaatkan layanan konsultasi kejiwaan daring. Setelah beberapa sesi, kondisi mentalnya membaik. “Awal 2021 aku sudah lebih tenang dan dengar suara burung-burung malam sudah biasa lagi,” ujarnya.
Orang seperti Nova tidak sedikit jumlahnya. Survei Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) terhadap 4.010 responden dalam lima bulan pertama pandemi menunjukkan, nyaris 65 persen penjawab mengalami masalah psikologis. Lebih dari 60 persen problem tersebut seputar dengan kecemasan, depresi, dan trauma.
Selain itu, jajak pendapat pada Mei–Juni 2021 oleh kelompok pemerhati ihwal kesehatan jiwa, Into the Light, dan situs web petisi, Change.org menunjukkan, 98 persen dari 5.211 responden di enam provinsi Pulau Jawa dan 28 provinsi luar Jawa mengaku kesepian. Bahkan, dua dari lima responden sempat berpikir untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri.