Jakarta, FORTUNE – Communication Information System Security Research Center (CISSReC) menyoroti lemahnya kemanan siber di Indonesia. Potensi kebocoran data masih akan terjadi pada 2022, terutama di lembaga negara, dan swasta yang memproses data pribadi masyarakat dalam jumlah sangat banyak.
“Pada tahun 2021 ini, Indonesia mencatatkan rekor buruk di global pada kasus kebocoran BPJS kesehatan. Karena kebocoran 279 juta data tersebut masuk pada urutan pelanggaran data terbesar yang dicatat oleh berbagai lembaga siber di seluruh dunia,” kata Chairman CISSReC Pratama Persadha dalam keterangan yang dikutip, Kamis (29/12).
Pemerintah, kata Pratama, seharusnya bisa belajar kesalahan itu dan tidak mengulanginnya pada tahun-tahun mendatang. Sebab, serangan siber diperkirakan akan menjadi lebih umum, lebih kuat, dan lebih maju ke depannya.
Berdasarkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), jumlah serangan yang tercatat hingga Oktober 2021 sudah lebih dari 1 miliar atau dua kali lipat lebih banyak ketimbang 2020. Tentunya, serangan tersebut terus berlipat lebih banyak dibandingkan 2019 sebelum ada pandemi Covid-19.
IBM sendiri mencatat peningkatan kerugian setiap kebocoran data dari US$3,86 juta pada 2020 menjadi US$4,24 juta pada 2021. Lalu kebocoran data pribadi juga menyumbang kerugian yang paling besar dengan nilai sekitar Rp2,5 juta untuk satu data masyarakat.