Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi kejahatan siber (freepik.com/DC Studio)
ilustrasi kejahatan siber (freepik.com/DC Studio)

Intinya sih...

  • Kerugian global akibat kejahatan siber diperkirakan mencapai US$10,5 triliun pada 2025.

  • Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 330 juta anomali siber di Indonesia sepanjang 2024.

  • Perpres Nomor 47 Tahun 2023 mencakup delapan area fokus keamanan siber, termasuk tata kelola, manajemen risiko, dan kesiapsiagaan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE – Ancaman terhadap keamanan siber sektor jasa keuangan Indonesia makin mengkhawatirkan. Di tengah lonjakan lebih dari 330 juta anomali siber sepanjang 2024, para regulator dan pelaku industri menyerukan penguatan kolaborasi demi menjaga kepercayaan publik. Isu strategis ini menjadi sorotan utama dalam forum Jalin CX Summit 2025 yang digelar oleh PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin).

Lonjakan risiko ini sejalan dengan tren global. Cybersecurity Ventures memproyeksikan kerugian akibat kejahatan siber akan menembus US$10,5 triliun secara global pada akhir2025. Sementara itu, laporan IBM Cost of a Data Breach 2024 menunjukkan rata−rata kerugian di AsiaTenggara mencapai US$3,2 juta per insiden, menjadikan ancaman siber sebagai salah satu risiko terbesar bagi perekonomian dunia.

Menanggapi tantangan tersebut, Bank Indonesia (BI) menekankan pentingnya infrastruktur yang aman sebagai prasyarat utama bagi sistem pembayaran digital yang tangguh.

“Infrastruktur pembayaran yang aman dan interoperable adalah prasyarat utama untuk membangun kepercayaan publik. Tanpa kepercayaan, inovasi tak akan punya ruang tumbuh,” ujar Kepala Departemen Penyelenggara Sistem Pembayaran BI, Farida Peranginangin, melalui keterangan resmi di Jakarta, (10/8).

Ia menambahkan, BI menghadirkan regulatory sandbox sebagai sarana bagi perbankan, fintech, dan penyedia teknologi untuk menguji model bisnis baru secara terukur. Pendekatan ini dinilai dapat mempercepat adopsi teknologi yang efisien sambil memastikan standar keamanan tetap terjaga.

Senada dengan itu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga menyoroti evolusi ancaman yang semakin canggih. Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Perekonomian BSSN, Slamet Aji Pamungkas, menekankan urgensi implementasi Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) berdasarkan Perpres Nomor 47 Tahun 2023.

“Ancaman siber terhadap sektor keuangan terus berevolusi, dari pencurian data hingga serangan berbasis kecerdasan buatan. Kita tidak bisa menangani ini secara parsial. Butuh kolaborasi antara regulator, pelaku usaha, akademisi, dan komunitas untuk membangun pertahanan nasional yang kokoh,” ujarnya.

Aturan SKSN tersebut mencakup delapan area fokus keamanan siber, yakni:

  • Tata kelola

  • Manajemen risiko

  • Kesiapsiagaan dan ketahanan

  • Perlindungan infrastruktur informasi vital

  • Kemandirian kriptografi

  • Peningkatan kapabilitas

  • Kebijakan keamanan siber

  • Kerja sama internasional

Dari perspektif industri fintech, kesiapan menghadapi risiko fraud menjadi faktor penentu keberlanjutan inovasi. Wakil Sekjen II AFTECH, Saat Prihartono, menegaskan industri perlu memastikan lapisan keamanan mampu menahan pola serangan yang semakin canggih.

“Keamanan adalah fondasi agar inovasi dapat tumbuh. Tanpa fondasi ini, kepercayaan masyarakat mudah rapuh, dan ekosistem digital tidak akan mampu berkembang secara sehat,” ujarnya.

Menutup sesi diskusi, Direktur Jalin, Eko Dedi Rukminto, menegaskan kembali bahwa kolaborasi dan pertukaran data yang aman merupakan fondasi bagi terwujudnya sistem pembayaran nasional yang tangguh dan berdaya saing global.

“Ketahanan ekosistem digital Indonesia sangat bergantung pada kepercayaan publik. Ini bukan hanya isu industri, tetapi bagian dari kepentingan nasional untuk memastikan transaksi masyarakat terlindungi, perlindungan data nasabah terjaga, dan inovasi dapat berkembang tanpa mengorbankan keamanan,” kata Eko.

Ini 8 area fokus keamanan siber di Indonesia menurut Perpres

Editorial Team