Jakarta, FORTUNE - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebutkan kendala pemerintah dalam mengembangkan perekonomian digital. Salah satunya adalah tarif internet mahal. Benarkah demikian?
Dalam acara Indonesian Fintech Summit 2021 secara daring, Minggu (12/12), Luhut mengatakan tingginya biaya internet hanya memungkinkan akses pada kalangan ekonomi mampu. Belum lagi jika menyinggung hambatan lain seperti kecepatan internet serta jangkauan jaringannya secara domestik.
“Hal inilah yang menjadi fokus pemerintah ke depan dan ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah,” kata Luhut.
Data dari Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU) menunjukkan tarif internet di Indonesia, khususnya untuk fixed broadband, memang lebih tinggi dari sejumlah negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Sebagai misal, tarif fixed broadband Indonesia tahun lalu US$34,81 atau setara Rp496.043 (asumsi kurs Rp14.250) per bulan. Vietnam sanggup memberikan harga US$8,13, Malaysia (US$19,64), dan Thailand (US$20,26). Namun, ketimbang Singapura (US$35,81), tarif internet di Indonesia masih lebih murah.
Data ITU juga menunjukkan tarif internet berdasarkan pita lebar seluler (mobile broadband). Jika indikator tersebut yang dilihat, biaya internet Indonesia relatif murah pada US$4,24 atau setara Rp60.420 (maksimal 5GB per bulan). Lebih rendah dari Thailand (US$7,24), Malaysia (US$8,21), dan Singapura (US$17,94), tetapi lebih mahal dari Vietnam (US$2,15).
Pemerintah, kata Luhut, telah menyiapkan sejumlah ikhtiar demi mempercepat pertumbuhan perekonomian digital, yaitupersiapan infrastruktur komunikasi digital, proteksi konsumen digital, tenaga kerja terampil, dan ekosistem inovasi. Dia optimistis segmen ekonomi ini akan terus bersinar ke depannya. Sebab, pada 2020 saja, perekonomian digital menyumbang 4,0 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).