TECH

Fenomena “VC Zombie” Tak Terjadi di RI, Ini Kata Pelaku Industri

Pelaku VC lebih selektif menyalurkan pendaanan startup.

Fenomena “VC Zombie” Tak Terjadi di RI, Ini Kata Pelaku IndustriIlustrasi Venture Capital.Shutterstock/Funtap
03 March 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Para pelaku industri modal ventura (venture capital/VC) menyebutkan bahwa fenomena “VC Zombie” agaknya tidak terjadi di dalam negeri. Alih-alih perkara kesulitan pendanaan, mereka menyatakan bahwa fokus pelaku VC saat ini adalah mengalirkan pendanaan ke perusahaan rintisan secara selektif.

VC Zombie merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi perusahaan modal ventura yang tengah mengalami gejolak dalam segi pendanaan, serta cuma mengelola portofolio startup milik masing-masing.

Lantaran tidak dapat mengumpulkan pendanaan lebih banyak, mereka mungkin bakal mengalami kesulitan dalam bertahun-tahun menyusul sifat investasi modal ventura yang jangka panjang. “Jumlah itu bisa mencapai 50 persen dari VC dalam beberapa tahun ke depan,” kata Maelle Gavet, Kepala Eksekutif jaringan pengusaha global Techstars, seperti dilansir dari The Star, yang mengutip CNBC International, Kamis (2/3).

Kepada Fortune Indonesia, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, Wilson Cuaca, menyatakan fenomena VC Zombie itu tidak benar. Dia lantas mengutip data yang menunjukkan bahwa tahun lalu modal ventura di Asia Tenggara saja mampu menghimpun dana US$3 miliar–4 miliar.

“Jadi, uang masih banyak untuk diinvestasikan,” katanya dalam keterangan tertulis.

Menurut laporan Deal Street Asia, VC yang berbasis di Asia Tenggara sanggup meraih total 31 pendanaan sepanjang tahun lalu dengan nominal US$4,14 miliar, dan dianggap lebih tinggi ketimbang era sebelum Covid-19.

Sementara, berdasarkan laporan Daily Social, total pendanaan perusahaan rintisan pada 2022 bernilai US$4,2 miliar berdasarkan 260 transaksi. Angka tersebut menurun 38 persen ketimbang US$8,6 miliar total pendanaan pada 2021.

Lebih selektif

Ilustrasi Startup/ Shutterstock wowomnom

Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo), Eddi Danusaputro, menyatakan fenomena VC Zombie yang terjadi di tingkat global belum tentu terjadi di Asia Tenggara maupun Indonesia khususnya.

“Saya ngobrol dengan beberapa teman-teman (VC), kita enggak susah (pendanaan). Maksudnya dana tetap ada,” kata Eddi kepada Fortune Indonesia, seraya menambahkan bahwa hingga saat ini VC lokal yang bergejolak pendanaannnya belum terlihat terjadi.

Hanya saja, saat ini perusahaan modal ventura akan lebih selektif untuk menyalurkan pendanaan ke perusahaan rintisan. Saat ini, VC akan menetapkan prasyarat bagi ketat bagi startup yang ingin beroleh dana segar, yakni terutama rencana mereka untuk meraih profitabilitas.

“Dan menjadi selektif itu positif menurut saya karena enggak semua startup sekarang terbukti punya path to profitability. Banyak juga yang memang ternyata hanya mengandalkan bakar uang untuk mendapatkan revenue, tapi enggak pernah bisa profit karena business model-nya salah,” kata Chief Executive Officer BNI Ventures ini.

Senada, Wilson Cuaca menyatakan di tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu, perusahaan modal ventura memang akan lebih selektif dalam memberikan pendanaan ke perusahaan rintisan. “Semua industri akan beradaptasi dengan situasi ekonomi,” ujarnya.

Hingga kuartal ketiga 2022, East Ventures telah mengucurkan investasi untuk lebih dari 80 kesepakatan. Penerimanya adalah startup tahap awal hingga tahap pertumbuhan.

Menurut Partner East Ventures, Melisa Irene, tahun ini East Ventures menghimpun dana US$550 juta atau setara Rp8,49 triliun, yang US$150 juta di antaranya khusus untuk investasi tahap awal, sedangkan US$400 juta lainnya untuk tahap pertumbuhan.

“Kita juga bicara follow-on-funding, yang mana startup penerima pendanaan kemudian dia bisa terus berkembang. Kami recap per kuartal III ini sudah lebih dari US$6,7 miliar,” ujarnya dalam acara EV Open Book, Senin (5/12).

Lebih lanjut, East Ventures juga memiliki dana kelolaan atau AUM (asset under management) di atas US$1 miliar atau setara Rp15,44 triliun. Total GMV (Gross Merchandise Value) tahunan di ekosistem EV pun telah melampaui US$86 miliar.

Related Topics