TECH

Kebocoran Data Kartu SIM, Kominfo Klaim Akan Investigasi Mendalam

Pemerintah didesak lebih serius menangani data warga.

Kebocoran Data Kartu SIM, Kominfo Klaim Akan Investigasi MendalamKominfo
06 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengaku bakal melakukan investigasi kasus dugaan kebocoran data registrasi SIM secara mendalam. 

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, menyatakan pemerintah menindaklanjuti dugaan kebocoran data pendaftaran Kartu SIM telepon via koordinasi dengan ekosistem pengendali data.

“Kami baru saja rapat koordinasi dengan seluruh operator seluler, Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil), ada juga dari BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara), Cyber Crime Polri, dan Ditjen PPI (Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Kominfo) sebagai pengampu untuk operator seluler,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (5/9).

Kasus dugaan keboran miliaran data kartu SIM ini mencuat di platform media sosial Twitter, Kamis (1/9). Pengguna @Srifqi membagikan tangkapan layar akun Bjorka yang menyatakan menjual 1,3 miliar data registrasi kartu SIM.

Berdasarkan tangkapan layar itu, data yang berhasil diretas ini berisi NIK, nomor telepon, provider telekomunikasi, dan tanggal registrasi. Data ini diklaim ditawarkan dengan harga sekitar US$50 ribu atau lebih dari Rp743 juta.

Semuel mengatakan dugaan kebocoran data kartu SIM berkaitan dengan data NIK dan nomor telepon. 

“Jadi, dalam kesimpulannya tadi semua melaporkan bahwa (struktur data) tidak sama, tapi ada beberapa file yang ada kemiripannya. Untuk itu, dari semua operator begitu juga dari Dukcapil, kita sepakat untuk dilakukan investigasi lebih dalam lagi,” jelasnya.

Kewajiban pengendali data

Semuel Pangerapan, Dirjen Aptika. (Dok.Kemkominfo)

Semuel menyebut setiap terjadi kebocoran data pribadi setidaknya terdapat dua langkah pencegahan, yakni secara adminsitratif, serta memastikan sumber kebocoran data tersebut dapat diketahui.

Menurutnya, pelanggaran administratif ini merujuk pada setiap pengendali data wajib menjaga keamanan dan kerahasiaan sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Di sisi lain, semua pihak mesti memastikan serta memeriksa jika terjadi kebocoran maka itu harus dilakukan penutupan.

Kepada Fortune Indonesia, pakar keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, berpendapat kasus kebocoran data SIM ini tentu mesti menjadi evaluasi pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah didesak untuk lebih serius dalam menangani data masyarakat.

Menurutnya, yang menderita kerugian paling besar jika terjadi kebocoran data adalah pemilik data, dan bukan pengelola data. Dia menyebut imbas terbesar bagi pengelola data bisa kemungkinan berkenaan dengan reputasi. Sebaliknya, pemilik data berisiko menjadi korban dari eksploitasi data yang bocor.

“Dan tidak seperti ban atau genteng yang kalau sudah ditambal bocornya selesai. Data yang bocor tidak dapat dibatalkan, dan sekali data bocor ada di internet, maka selamanya data itu ada di internet."kata Alfons.

Related Topics