TECH

Pasar Aset Kripto Melambung Usai Krisis SVB, Ini Alasannya

Banyak orang diperkirakan mengalihkan asetnya ke kripto.

Pasar Aset Kripto Melambung Usai Krisis SVB, Ini AlasannyaIlustrasi uang kripto. Shutterstock/HariPrasetyo
15 March 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Pasar aset kripto mendadak menghijau meski belakangan terdapat krisis bank Silicon Valley di Amerika Serikat. Sejumlah aset kripto yang masuk dalam peringkat teratas kapitalisasi pasar terbesar mengalami kenaikan harga.

Saat artikel ini ditulis, Rabu (15/3), harga Bitcoin, misalnya, meningkat 12,11 persen dalam sepekan terakhir menjadi US$24.921. Sementara itu, nilai Ethereum dalam periode sama mengalami peningkatan 9,26 persen, Binance Coin 7,34 persen, Cardano 4,14 persen, Polygon 4,90 persen, dan Solana 3,79 persen.

CEO Indodax, Oscar Darmawan, menyatakan pasar aset kripto tampak mengalami momen bullish. Menurutnya, kenaikan itu ditengarai karena krisis perbankan yang tengah terjadi di Amerika Serikat, salah satunya ihwal kasus Silicon Valley Bank (SVB).

Sementara itu, pemerintah AS diperkirakan menyelesaikan kasus SVB ini dengan cara melindingi semua deposan. Dengan begitu, semua deposan akan memiliki akses ke semua uang mereka mulai Senin (13/3).

“Adanya kasus ini menyebabkan banyak investor yang mengalihkan dananya ke aset kripto khususnya Bitcoin sebagai suatu aset lindung nilai. Dengan naiknya harga Bitcoin, memicu koin alternatif untuk naik juga,” katanya dalam siaran pers.

Perlu hati-hati

Menurut Oscar, permintaan terhadap aset kripto yang kini naik diharapkan berlangsung secara bertahap pada tahun ini. Namun demikian, dia mewanti-wanti kenaikan harga aset kripto barusan perlu disikapi secara bijaksana oleh investor.

"Yang terpenting, masyarakat yang hendak bertransaksi kripto untuk tetap melakukan riset terlebih dahulu sebelum terjun untuk melakukan jual beli agar mengetahui koin atau token yang tepat untuk membeli dan waktu yang tepat untuk membeli.

Dia menyatakan, dengan melakukan Do Your Own Research, serta mempelajari analisis aset kripto, diharapkan investor bisa bertransaksi dengan bijak," tutup Oscar.

Soal kasus bank di Amerika Serikat sendiri, Oscar mengatakan tidak sedikit pihak yang mengkhawatirkan kasus ini akan berdampak buruk bagi industri aset kripto di Indonesia. Meski demikian, dia menyatakan kekhawatiran tersebut tidaklah beralasan.

Sebab, di Indonesia terdapat peraturan bahwa platform pertukaran aset kripto yang terdaftar mesti menyimpan cadangan uangnya di bank dalam negeri. Karena itu, diperkirakan tidak ada exchanger aset kripto yang menggunakan jasa SVB untuk menyimpan dananya.

“Jika industri perbankan di Indonesia masih berjalan dengan normal, saya yakin crypto exchange Indonesia pun juga akan begitu,” ujarnya.

Kasus SVB

Silicon Valley Bank (SVB), salah satu bank terbesar Amerika Serikat yang memiliki klien perusahaan rintisan hingga modal ventura (venture capital/VC), dilaporkan tengah mengalami krisis keuangan.

Sahamnya pada Kamis (9/3) anjlok lebih dari 60 persen, dan dianggap sebagai penurunan terbesar dalam satu hari sepanjang sejarah perusahaan tersebut. Bank itu juga kehilangan 20 persen nilai sahamnya dalam perdagangan setelah jam kerja.

Dikutip dari BBC, harga saham SVB turun setelah mereka mengumumkan penjualan saham senilai US$1,75 miliar untuk membantu menopang kondisi keuangannya. Langkah itu diambil setelah bank tersebut rugi US$1,8 miliar dari aksi penjualan portofolio asetnya, terutama obligasi dari Departemen Keuangan AS.

Demi menanggapi hal tersebut, para perusahaan rintisan maupun pemodal ventura yang menyimpan dananya di SVB panik dan langsung ingin segera melakukan penarikan dana

Related Topics