ilustrasi aplikasi TikTok (unsplash.com/Aaron Weiss)
Berdasarkan asal katanya, kamus Oxford menerjemahkan Role-Play sebagai bermain peran. Jadi, hal ini merupakan sebuah kegiatan pembelajaran, di mana seseorang berperilaku seperti orang lain dalam situasi tertentu.
Menurut Jurnal Pendidikan Sosial IKIP-PGRI Pontianak, role play adalah sebuah teknik individu memerankan situasi yang imajinatif dan paralel dengan kehidupan nyata. Tujuannya, adalah untuk membantu tercapainya pemahaman diri sendiri, meningkatkan keterampilan, termasuk keterampilan problem solving, menganalisis perilaku, atau menunjukkan pada orang lain bagaimana seseorang harus berperilaku.
Dalam dunia game, RP merupakan sebuah permainan yang mewadahi para pengguna untuk berperan dengan karakter tertentu. TechTarget menuliskan bahwa RP biasa dimainkan dalam latar fiski ilmiah dalam beberapa permainan dengan genre Role Play Game (RPG), seperti Star Wars, Dungeons and Dragons (D&D), dan Battletech yang dapat mewujudkan interaksi pengguna dalam dunia imajiner.
Namun, ketika RP menjadi sebuah permainan yang bisa dimainkan di berbagai platform media sosial, maka konsep pembelajaran ini pun meluas dan berdampak dengan risiko cukup serius pada kehidupan masyarakat. Masalah yang timbul pun akan semakin kompleks.
Seorang roleplayer, sebutan bagi pemain RP, akan membuat profil karakter fiksi dan menggunakan penampilan artis atau tokoh publik yang diidolakan. Tokoh idola yang ditiru ini bisa siapa saja, mulai dari aktris, musisi, tokoh publik, selebriti Hollywood, bahkan karakter anime. Sekilas, hal ini mirip dengan akun parodi yang juga sempat populer, namun seorang roleplayer tidak hanya ingin meniru secara penampilan, namun juga berusaha membangun latar belakang cerita pada akun RP mereka.